Raja Salman memimpin rapat kabinet di Riyadh, Selasa lalu. Dalam pertemuan itu, kabinet Arab Saudi secara tegas mendesak Uni Emirat Arab agar menghentikan dukungannya baik militer maupun finansial kepada kelompok separatis Dewan Transisi Selatan (STC) di Yaman.
Desakan ini bukan tanpa sebab. Situasi di kegubernuran Hadramout dan Al-Mahra belakangan makin memanas. Menurut Riyadh, pergerakan kelompok separatis yang didukung UEA di perbatasan Yaman-Saudi itu dinilai sebagai ancaman serius bagi keamanan nasional mereka.
Bahkan, ketegangan sudah berubah menjadi aksi militer. Pasukan Koalisi pimpinan Saudi dikabarkan telah membom kiriman senjata untuk STC di Pelabuhan Mukalla, dini hari Selasa. Mereka yakin senjata itu berasal dari UEA, sebuah tuduhan yang langsung dibantah keras oleh pihak Emirat.
Menteri Media Saudi, Salman Al-Dossary, bersikap blak-blakan. Dalam pernyataannya yang dikutip Saudi Gazette, Rabu (31/12), ia menegaskan bahwa negaranya siap mengambil langkah apapun yang diperlukan untuk melindungi keamanannya.
Di sisi lain, kabinet juga mempertegas posisinya soal Yaman. Mereka menyatakan dukungan penuh pada pemerintah yang sah di sana, serta komitmen untuk menjaga kedaulatan dan stabilitas negara itu. Peran Koalisi dalam melindungi warga sipil di Hadramout dan Al-Mahra pun dipuji.
Janji yang Dianggap Tak Ditepati
Ada nada kecewa dalam pernyataan resmi Saudi. Kabinet menyayangkan upaya mereka untuk meredakan ketegangan justru dibalas dengan eskalasi yang, menurut mereka, tak bisa diterima. Langkah UEA dinilai melenceng dari tujuan awal pembentukan Koalisi.
Artikel Terkait
Premanisme Tersandung: 348 Tersangka Diamankan Polda Metro Jaya Sepanjang 2025
Polda Metro Jaya Catat Penurunan Kasus, Struktur Penanganan Perempuan dan Anak Bakal Dirombak
Cuaca Ekstrem Hambat Pencarian Pendaki Muda yang Hilang di Gunung Slamet
Restorative Justice Tuntaskan Lebih dari 2.000 Perkara di Tahun 2025