Transparansi keuangan BUMN juga menurun drastis. Jika dulu laporan konsolidasi BUMN dapat diakses publik, kini banyak laporan keuangan yang tidak diaudit (unaudited) bahkan disembunyikan. Ini membuktikan pemerintah tidak bekerja dalam kerangka akuntabilitas, melainkan menjadi ruang tertutup bagi oligarki politik-birokrasi.
Solusi: Demokratisasi BUMN Berbasis Koperasi Publik
Secara konstitusional, kedaulatan negara berada di tangan rakyat. Rakyatlah pemilik absolut seluruh BUMN, bukan pemerintah. Pasal 33 UUD 1945 menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Penjelasannya menyebut bentuk perusahaan yang sesuai adalah koperasi.
Sayangnya, sistem hukum kita menyimpang. UU BUMN mewajibkan seluruh BUMN berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), menutup peluang koperasi sebagai model badan hukum BUMN. Akibatnya, BUMN dikelola dengan paradigma korporasi kapitalistik: mengejar laba dan memperlakukan rakyat sebagai pasar, bukan pemilik.
Solusinya adalah demokratisasi BUMN. Rakyat harus diberi peluang untuk memiliki dan mengendalikan perusahaan negara secara langsung melalui sistem koperasi publik. Rakyat tidak lagi menjadi pemilik palsu lewat negara, melainkan pemilik nyata yang dapat memilih direksi, menentukan kebijakan, dan menikmati hasilnya.
Bayangkan jika PLN, Pertamina, Telkom, hingga Whoosh dikelola sebagai koperasi publik. Setiap pelanggan listrik, pengguna BBM, dan penumpang kereta menjadi anggota koperasi. Mereka dapat berpartisipasi dalam RAT, menyetujui rencana bisnis, dan menerima surplus usaha.
Model ini bukan utopia. Di Amerika Serikat, koperasi listrik National Rural Electric Cooperative Association (NRECA) membuktikan layanan publik bisa efisien dan demokratis. Pelanggan di pelosok adalah pemilik langsung perusahaan listriknya.
Revisi UU BUMN dan Kembali ke Jalan Konstitusi
Untuk kembali ke amanat konstitusi, UU BUMN harus direvisi. Koperasi harus diakui sebagai badan hukum alternatif bagi perusahaan publik. BUMN harus menjadi alat gotong royong rakyat, bukan instrumen oligarki.
Demokratisasi BUMN adalah jalan praktis mengembalikan akuntabilitas dan efisiensi. Ketika rakyat menjadi pemilik langsung, kontrol sosial akan lebih kuat, pemborosan berkurang, dan kebijakan lebih responsif. Proyek seperti Whoosh yang lahir dari ambisi politik tidak akan terulang.
Kereta cepat Whoosh adalah simbol kegagalan membaca konstitusi ekonomi bangsa. Ia lahir dari sistem BUMN yang otoriter, elitis, dan tidak demokratis. Demokratisasi BUMN adalah panggilan moral dan konstitusional untuk memastikan kedaulatan ekonomi benar-benar berada di tangan rakyat.
Oleh: Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)
Artikel Terkait
KPK Usut Tuntas Mark Up Proyek Whoosh: Dukungan Projo dan Sikap Menohok Mahfud MD
Waspada Korsleting! Tumpukan Kabel Spaghetti di Otista Raya Ancam Pejalan Kaki
FT UI Gelar QiR 2025 di Yogya: Panggung Global Inovasi AI untuk Masa Depan Indonesia
Biaya Haji 2026 Turun Rp 2,8 Juta, Apakah Kualitas Layanan Ikut Anjlok?