Aroma laut yang tajam, campuran amis dan sedikit asin, langsung menyergap hidung begitu memasuki Kampung Kerang di Kalibaru, Cilincing. Di balik bau yang menyengat itu, kehidupan berjalan seperti biasa. Tangan-tangan para pekerja tetap lincah, mencongkel daging kerang dari cangkangnya dengan gerakan yang sudah sangat mahir.
Cangkang-cangkang kosong itu lalu berterbangan, mendarat dan menumpuk tak karuan di pesisir. Lama-lama, jadilah gunungan.
Di atas tumpukan putih keabuan itu, kawanan lalat sibuk hilir mudik. Sesekali mereka bubar berhamburan, ketika seorang pekerja melemparkan karung baru yang sudah penuh. Aktivitas buang-buang cangkang ini terjadi terus-menerus, seolah tak ada habisnya. Yang mengkhawatirkan, bahaya dari limbah ini baik untuk kesehatan maupun lingkungan seperti diabaikan begitu saja.
Menurut Suparni, warga setempat, dulu keadaan tidak separah ini. Ia tak ingat persis tahunnya, tapi dulu cangkang kerang masih diangkut petugas kebersihan. Hasil budidaya kala itu juga belum sebanyak sekarang.
"Dulu nggak ada gunung cangkang gini," katanya suatu Jumat di awal Desember, sambil menunjuk ke arah tumpukan yang kian meninggi.
Namun begitu, seiring datangnya banyak 'bos' atau pemilik lapak kerang, praktik pembuangan pun berubah. Limbah cangkang mulai menumpuk dan tak terkendali. Setiap hari, jumlahnya sudah tak terhitung lagi. Bahkan ada satu lapak yang beroperasi nonstop 24 jam, yang dari situ saja bisa menghasilkan ribuan cangkang per hari.
"Ya, dari bos-bos itu awalnya buang ke sini. Banyak bos di sini," ujar Suparni.
"Satu lapak aja hampir seratus karung. Ini banyak bosnya, dari ujung ke ujung. Bayangin aja. Apalagi jelang Natal dan tahun baru ini," tambahnya dengan nada prihatin.
Artikel Terkait
KPK Bantah Sita Emas dan Uang, Hanya Dokumen yang Diambil dari Saksi Kasus Hasbi Hasan
Manchester City Hadang Ambisi Sunderland di Etihad, Sabtu Malam Ini
Prabowo Puji Bahlil: Orang Timur Itu Setia Sampai Mati
Prabowo Janjikan 200 Helikopter untuk Tangani Bencana di Pidato Golkar