Intinya, pesantren menulis untuk tetap relevan. Mereka tidak anti-modernitas, tapi mengolahnya dengan kearifan.
Perkataan Ulama tentang Menulis
Warisan ucapan para ulama semakin mengukuhkan pentingnya menulis sebagai pilar peradaban Islam:
- Imam Ibn al-Jauzi: "Tulisan ulama lebih berharga daripada darah para syuhada."
- Imam al-Maqrizi: "Jika bukan karena tulisan, ilmu akan hilang sebagaimana hilangnya harta."
- Imam Sufyan ats-Tsauri: "Tulislah ilmu, karena engkau tidak akan menjadi ahli fikih jika hanya menghafal."
- Imam An-Nawawi, yang menulis ratusan karya meski hidup hanya 44 tahun, membuktikan bahwa produktivitas bukan soal umur tapi keberkahan waktu.
Ucapan-ucapan ini membentuk habitat pesantren: membaca, menyalin, menyusun, lalu menulis ulang sebagai bentuk dialog kreatif dengan warisan ulama terdahulu.
Tradisi Menulis di Pesantren Modern
Memasuki abad ke-20, pesantren mengalami modernisasi. Muncul madrasah, organisasi ulama, dan media massa. Tradisi menulis pun melebar:
- KH Ahmad Dahlan menulis risalah tentang pembaruan pendidikan.
- KH Hasyim Asy'ari menghasilkan kitab-kitab akhlak, fiqih, dan kebangsaan.
- KH Wahid Hasyim menuangkan gagasan tentang harmonisasi Islam dan modernitas.
- KH Bisri Musthofa menulis tafsir Al-Ibriz dalam bahasa Jawa yang tetap populer sampai sekarang.
Pemikir Barat pun Mengagumi Tradisi Menulis
Menariknya, tradisi menulis juga dijunjung tinggi oleh pemikir Barat. Ini membuktikan bahwa menulis adalah tradisi universal dalam membangun peradaban.
- Francis Bacon bilang, "Menulis membuat manusia menjadi cermat."
- George Orwell melihat menulis sebagai "cara bertarung melawan lupa".
- Ernest Hemingway punya prinsip: "Tidak ada penulis hebat, hanya ada penulis yang terus menulis."
- Walter Ong, ahli komunikasi, menegaskan bahwa peradaban maju karena peralihan dari budaya lisan ke budaya literasi.
- Carl Sagan dengan indah menyebut buku sebagai "mesin waktu."
Intinya, menulis sudah menjadi budaya Islam dari zaman ke zaman. Di abad pertengahan, saat Barat mengalami masa kegelapan, dunia Islam justru dipenuhi ribuan buku yang tersebar di berbagai kota.
Seorang ulama pernah menasihati dengan bijak:
Semoga pesantren tetap menjadi mercusuar literasi dan terus melahirkan karya-karya besar yang membentuk masa depan peradaban Islam. Wallahu alimun hakim.
Nuim Hidayat,
Direktur Forum Studi Sosial Politik.
Artikel Terkait
Bandara Morowali: Kedaulatan yang Hilang di Balik Kawasan Industri
Sumut Garap Sumber Dana Baru, Antisipasi Penyusutan Anggaran Rp4,7 Triliun
Upacara Tabur Bunga Polairud di Bitung, Penghormatan untuk Pahlawan Laut
Tudingan Pemerasan di Medsos Seret Nama Kabid Propam Polda Sumut