Dan bagi Washington, perumusan ulang itu berisiko. Bisa-bisa hasil akhirnya justru lebih buruk bagi AS dibanding draf kesepakatan yang sudah ada.
Laporan Financial Times kemudian memberi sedikit pencerahan. Disebutkan bahwa Indonesia mundur dari komitmen terkait penghapusan hambatan non-tarif untuk ekspor industri dan pertanian AS, plus soal perdagangan digital. Ini jadi titik panas yang memicu ketegangan.
Nuansa ketegangan itu juga sempat disinggung Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, pekan lalu. Dia menyebut Indonesia bersikap agak 'keras kepala' dalam perundingan ini, walau tak merinci lebih jauh.
Padahal, kalau melihat ke belakang, kesepakatan Juli lalu terbilang cukup menjanjikan. Poin utamanya, Indonesia berkomitmen menghapus hampir semua hambatan tarif sekitar 99 persen untuk berbagai produk AS. Mulai dari barang industri, makanan, hingga hasil pertanian.
Sebagai imbalannya, AS akan memangkas tarif untuk produk Indonesia hingga 19 persen. Bahkan, mereka membuka kemungkinan pengurangan lebih lanjut untuk komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri mereka. Itulah yang kini dipertaruhkan dalam dinamika perundingan yang alot ini.
Artikel Terkait
Lion Parcel Tambah Armada dan Tenaga Antisipasi Banjir Kiriman 12.12
Bajaj Maxride Resmi Meluncur, Siap Layani Lima Kecamatan di Manado
Stasiun Lebak Bulus Resmi Berganti Nama, Dapatkan Fasilitas Baru untuk Penumpang
MAHA Melesat di Bursa, Ini Profil Emiten Jasa Logistik Batu Bara yang Tembus 40%