Antara 2021 hingga 2025, lebih dari 12.000 Warga Negara Indonesia terdampak. Banyak dari mereka tak hanya kehilangan uang. Mereka terjebak dalam perdagangan orang, lalu dipaksa bekerja di pusat-pusat penipuan online di Asia Tenggara. Jadi korban sekaligus dipaksa menjadi pelaku itulah realitas pahit yang disebut forced criminality.
Teknologi yang seharusnya memudahkan hidup, kini disalahgunakan untuk kejahatan transnasional yang lintas batas dan semakin canggih. Menghadapi jaringan global seperti ini, kata Tata, mustahil dilakukan sendirian.
"Tidak ada satu pun negara di dunia yang dapat menghadapi ancaman ini sendiri," imbuhnya.
Respon kita, lanjutnya, harus kolektif. Harus terkoordinasi. Dan yang paling penting, harus global. Itulah satu-satunya jalan.
Artikel Terkait
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta, Kecuali Jakarta Barat yang Berawan
Waspada Macet Parah, Puncak Mudik Natal 2025 Diprediksi 22 dan 24 Desember
Van Bronckhorst Dinilai Lebih Cocok, PSSI Targetkan Umumkan Pelatih Januari
Hodak Berharap Persib Hindari Momok Pohang di 16 Besar