Murthalamuddin itu seorang PNS. Jabatannya Plt Kepala Dinas Pendidikan Aceh. Tapi belakangan ini, Gubernur Aceh, Mualem, menugaskannya jadi Juru Bicara Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi.
Namun begitu, sepertinya dia agak lupa dengan status barunya. Ada satu hal yang dia alpakan: sebagai birokrat, seharusnya bicaranya aman, terkendali.
Sejak ditunjuk jadi jubir bencana, Murthala justru bicara blak-blakan. Saat muncul di depan publik, ia tidak seperti jubir pemerintah pada umumnya yang sibuk menghidangkan data statistik kerusakan. Padahal, data-data itu bisa diakses siapa saja lewat situs posko. Ia juga enggan menjual narasi klise soal "kerja cepat" atau "penanganan maksimal".
Yang terjadi malah sebaliknya.
Dia bicara terang-benderang. Bahkan, terlalu terang untuk ukuran birokrasi kita. Tak ada yang ditutup-tutupi. Ia mengakui dengan lugas ketidakberdayaan Pemerintah Aceh. Membenarkan bahwa hingga detik ini, warga di wilayah terisolasi masih bertaruh nyawa. Kegagalan tak dipoles jadi prestasi. Di ruang publik, dengan berani ia mendeklarasikan bahwa pemerintah bekerja lamban.
Dalam berbagai wawancara di televisi nasional, Murthala tidak pakai bahasa administrasi yang kaku. Ia bicara dengan emosi, dengan nada kemanusiaan.
Ia pernah mengklarifikasi pernyataan Menteri ESDM Bahlil soal listrik, menyebutnya sebagai kebohongan. Terus terang, ia mengingatkan Presiden bahwa Bahlil telah mendustainya.
Belum lama ini, ia juga mengonfrontasi pernyataan staf khusus Presiden yang mengklaim helikopter terbang 24 jam. Hentakannya singkat dan telak: "Jangan asal bacot!"
Artikel Terkait
Mencari Rumah di Dalam Diri: Saat Hidup Bukan Lagi Perlombaan
Krisis Jiwa di Barisan: 61 Prajurit Israel Tewas Bunuh Diri Sejak Perang Gaza
Duka Sumatera dan Dalang di Balik Banjir yang Terus Berulang
Wilayah Lebih Luas dari Jawa Tenggelam, Respons Terasa Kecil