Laporan YLBHI Buka Suara: Operasi Militer Ilegal dan Duka yang Membisu di Papua

- Rabu, 17 Desember 2025 | 11:25 WIB
Laporan YLBHI Buka Suara: Operasi Militer Ilegal dan Duka yang Membisu di Papua

Aldi, salah satu penyusun laporan, mencoba menjelaskan dampak yang lebih sistemik. Dia menyoroti ironi pahit: angka kemiskinan tertinggi justru ada di Papua Pegunungan dan Papua Tengah, wilayah yang kaya akan konsesi tambang mencapai lebih dari 11 juta hektar.

Konflik yang berkepanjangan ini, menurut laporan, telah melahirkan apa yang mereka sebut "generasi kebencian". Anak-anak Papua tumbuh dengan trauma kolektif, warisan konflik yang tak kunjung usai.

Konfirmasi dari Tanah Papua

Suara dari lapangan menguatkan temuan itu. Senator DPD RI dari Papua Tengah, Eka, baru saja kembali dari Kabupaten Puncak. "Saya tegaskan ini bukan ilusi, bukan mitos. Ini fakta yang dialami orang Papua setiap hari," ujarnya tanpa ragu.

Dia bercerita pengalamannya di Distrik Sinak. Di sana, warga dipaksa membawa bendera merah putih jika pergi ke kebun. "Kapolsek bilang kalau tidak ada bendera, bisa ditembak. Saya tanya, berarti yang tidak pakai bendera lepas tembakan? Ini berbahaya sekali," kisah Eka.

Pendeta Ronald dari PGI lebih keras lagi. Baginya, pendekatan militer sudah gagal total. "Dinding bertelinga masih ada. Ketakutan luar biasa masih dirasakan. Kami tidak bisa membayangkan perubahan signifikan selama pendekatan moncong senjata masih digunakan," tegasnya.

Jalan Keluar yang Ditawarkan

Laporan ini tak hanya mengkritik, tapi juga memberi sejumlah rekomendasi konkret untuk pemerintah. Poin-poinnya jelas:

Hentikan seluruh operasi militer ilegal di Papua. Tarik seluruh prajurit non-organik. Penuhi HAM orang asli Papua. Hentikan proyek industri ekstraktif yang mengabaikan hak masyarakat adat. Susun peta jalan bantuan untuk pengungsi. Dan yang terpenting: bangun dialog sejati.

Yuni dari Komnas Perempuan mengapresiasi laporan ini. "Temuan-temuan ini mengonfirmasi situasi yang tidak berubah baik, malah makin memburuk dari 13 tahun lalu," katanya. Laporan ini, baginya, pengingat di tengah pembungkaman informasi soal Papua.

Di akhir acara, Isnur dari YLBHI menutup dengan pernyataan yang berusaha menggugah. "Melawan ketidakadilan, melawan kekerasan, dan melawan represi juga berarti melawan pembungkaman suara. Berjuang untuk kasih manusia adalah berjuang untuk melawan lupa."


Halaman:

Komentar