Dia tak berhenti di situ. Sutoyo melihat ini sebagai pola berbahaya yang mengancam nyawa. Bencana banjir bandang yang melanda, dalam pandangannya, bukan sekadar fenomena alam belaka. Ada tangan manusia yang brutal di baliknya.
"Kalau seorang Menteri datanya kacau, bagaimana akan tahu apalagi paham bahwa bukan hanya di Sumatera, banjir bandang akan terjadi seluruh Nusantara. Bukan karena cuap-cuap soal perubahan iklim. Ini semua terjadi karena kejahatan manusia yang luar biasa melakukan deforestasi brutal dan liar," bebernya.
Kata-katanya makin pedas ketika menyoroti korban jiwa. Setiap kayu yang hanyut, setiap rumah yang musnah, baginya adalah bukti kegagalan negara.
"Apa Tuan Menteri tidak paham? Setiap batang kayu yang hanyut itu adalah bukti kegagalan negara menjaga tambang dan hutannya. Setiap manusia yang mati hanyut… itu adalah rakyat yang harus menanggung akibat kerakusan segelintir manusia iblis yang biadab," tegas Sutoyo.
Di akhir pernyataannya, dia memberikan peringatan yang suram. Hutan, baginya, adalah pelindung terakhir bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
"Ini pembuktian telanjang. Ekstraksi habis-habisan, hutan dijarah, semua demi kepentingan ekonomi rakus yang justru diizinkan pemerintah. Ini kejahatan luar biasa," tandasnya.
Lantas, apa konsekuensi terburuknya? Sutoyo mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam. Jika hutan sudah habis terbabat, maka perlindungan alami bagi pulau-pulau itu pun lenyap. Banjir bandang yang datang tak tertahankan lambat laun akan menggerus daratan, menyapu pulau-pulau itu, dan menenggelamkannya masuk ke laut. Sebuah skenario yang terdengar seperti film, tapi bagi dia, sangat mungkin jadi kenyataan.
Artikel Terkait
Semangat Inklusif Warnai CFD, Peserta Disabilitas Serahkan Bantuan untuk Korban Bencana
Dewi Astutik, Mami Narkoba Rp 5 Triliun, Ditangkap di Kamboja Setelah Jaringan Golden Triangle Runtuh
Gastronomi dan Lontar: ITS Pacu Desa Wisata Gunungsari dengan Buku Kuliner dan Inovasi Kriya
Raffi-Gigi Tumpahkan Bantuan Rp15 Miliar untuk Korban Banjir Sumatera