Dan percayalah, yang kita lihat di media sosial mungkin cuma sepuluh persen dari kesengsaraan yang sesungguhnya.
Dengan semua fakta mengerikan ini, satu hal yang sulit dicerna: pemerintah masih enggan menetapkan status "bencana nasional".
Entah karena anggaran terbatas, ada hal yang ditutupi, atau alasan lain yang tak dipublikasikan.
Ini bukan soal pemerintah tidak bekerja sama sekali. Tapi keadaan di lapangan benar-benar menyedihkan. Beberapa kawan saya harus jalan kaki puluhan kilometer hanya untuk dapat beras atau Indomie. BBM langka, transportasi lumpuh. Dan mereka bukan satu dua orang, tapi puluhan ribu.
Di sisi lain, desakan dari berbagai pihak seolah masuk ke telinga kanan, keluar telinga kiri. Masyarakat seperti dianggap pengemis yang terlalu banyak minta.
Mungkin rakyat harus bilang sebaliknya agar didengar: "Kami tidak butuh bantuan pemerintah. Urus saja urusanmu. Biar kami pulih sendiri. Mungkin, bagi kalian, kami bukan lagi rakyat Indonesia."
Tapi pemerintah tahu risikonya, kan, kalau rakyat sudah bersikap seperti itu? Risikonya adalah keutuhan republik ini, Pak!
Ya Allah, gerakkanlah hati para pemimpin kami.
Artikel Terkait
Serangan Drone Rusia Rusak Perisai Pelindung Chernobyl
Ucapan Natal Biasa Bikin Bosan? Coba Kirim Pantun!
Mundur Demi Harga Diri? Di Indonesia, Itu Hanya Imajinasi
Genset Raksasa Terbang Menuju Takengon, Jawab Darurat Listrik RSUD