Dari Tangerang ke Papua: Seorang Guru Menemukan Panggilan di Ujung Timur Indonesia

- Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:42 WIB
Dari Tangerang ke Papua: Seorang Guru Menemukan Panggilan di Ujung Timur Indonesia

“Mungkin Papua memang butuh sosok guru dari Jawa. Khususnya saya dan teman-teman yang lain,” tambahnya.

Selain mendapat keluarga baru, Noreka bersyukur untuk pengalaman yang tak terduga. Ia beberapa kali diundang ke Jakarta untuk mengikuti diklat, bahkan mengisi siniar di Kemendikbudristek untuk berbagi cerita sebagai guru Sekolah Rakyat. Dunia public speaking yang baru baginya itu jadi nilai tambah yang berharga.

“Allah nggak mungkin kasih sesuatu yang cuma sedih saja,” katanya merenung. “Pasti ada hikmahnya. Hidup ini, ya, harus seimbang.”

Keseimbangan itu ia coba raih dalam perannya sebagai pendidik, istri, dan ibu. Meski jarak memisahkan, interaksi rutin lewat video call dengan anak, suami, dan mertua selalu ia usahakan. Kata-kata sang suami menjadi penenang hatinya.

“Dia selalu bilang, jalankan tugas untuk negeri ini. Insya Allah, kalau kita mengajar dan menjaga anak orang, Allah yang akan jaga anak kita sendiri. Itu kata-kata yang sangat menenangkan saya.”

Kasih sayang berlimpah dari keluarga di rumah membuatnya bisa fokus membagikan ilmu pada anak-anak Papua. Antusiasme mereka sejak pertemuan pertama langsung terasa.

“Pertama ketemu, saya excited. Mereka sangat antusias,” kenang Noreka.

Timbal balik positif itu ia rasakan bahkan dari sapaan sederhana. “Sapaan ‘Selamat pagi, Ibu Guru’ dari mereka itu… berkesan sekali. Hal yang tidak selalu saya dengar di Jawa,” ujarnya, suara terdengar haru.

Kedekatan dengan siswa juga terjalin di luar kelas. Lewat berbagai aktivitas fisik yang difasilitasi, seperti badminton, voli, atau sepak bola, hubungan jadi lebih cair. Kadang, bakat menyanyi beberapa siswa pun ikut mengemuka.

“Di sini nggak cuma mengajar di depan kelas,” ulasnya. “Tapi juga melihat kondisi lapangan, mengimplementasikan ilmu dari PPG dulu. Harus paham karakteristik peserta didik, lingkungan, sosial budayanya. Nah, itu tantangan sekaligus pelajaran berharga buat saya.”

Kisah Noreka di tanah Papua ini barangkali bisa jadi pemantik semangat. Bagi pendidik lain yang ingin berkontribusi pada pemerataan pendidikan, perjalanannya menunjukkan bahwa di balik pengorbanan, ada pemenuhan cita-cita dan kontribusi nyata bagi bangsa.

“Saya sudah usahakan cita-cita ini sebaik mungkin,” pungkas Noreka. “Lalu dapat rezeki diterima di sini. Mungkin bagi orang lain ini hal biasa. Tapi bagi saya, akan sangat menyesal kalau kesempatan ini saya lewatkan.”


Halaman:

Komentar