Hatta dengan tegas pernah mengatakan,
Ucapan itu masih terasa sangat relevan sampai hari ini. Indonesia akan sulit mandiri selama kebocoran anggaran dan penyalahgunaan wewenang masih dianggap sebagai hal yang biasa.
Kekuatan Sejati Ada di Karakter Rakyat
Soekarno sering bersuara lantang tentang kekuatan rakyat. Tapi ada satu kalimatnya yang layak kita renungkan lebih dalam,
Kata ‘membangun’ di situ bukan cuma tindakan fisik. Ia adalah tindakan spiritual. Membangun persaudaraan berarti membangun kepercayaan. Dan kepercayaan hanya bisa lahir dari kejujuran. Bangsa yang warganya saling percaya akan jauh lebih tangguh menghadapi berbagai guncangan.
Di tengah arus informasi yang deras, kompetisi global yang ketat, dan godaan materi yang tak ada habisnya, kekuatan moral ini jadi semakin krusial. Tanpa karakter yang kuat, sebuah bangsa mudah terombang-ambing, kehilangan jati diri.
Gotong Royong yang Otentik, Bukan Formalitas
Kita dikenal sebagai bangsa yang punya semangat gotong royong. Tapi nilai luhur ini hanya bisa hidup jika dilandasi kejujuran dan kesediaan untuk benar-benar saling membantu, bukan sekadar formalitas untuk memenuhi narasi kebangsaan. Gotong royong yang sejati berarti membantu tanpa pamrih, berkontribusi tanpa mencari pujian.
Dalam konteks yang lebih luas, gotong royong harus diterjemahkan sebagai kerja kolektif untuk memperbaiki sistem, menegakkan keadilan, dan memberantas budaya manipulatif. Tanpa kejujuran sebagai dasarnya, gotong royong cuma jadi slogan kosong yang tak punya tenaga.
Jalan Menuju Kejayaan
Kita sering terjebak pada pemikiran bahwa kejayaan bangsa hanya bisa diraih lewat proyek-proyek megah dan strategis. Padahal, fondasinya justru ada pada hal-hal yang terlihat sederhana: karakter warga negaranya.
Membangun jembatan megah mungkin hanya butuh hitungan tahun. Tapi membangun kejujuran memerlukan waktu sepanjang generasi. Meski begitu, dampaknya justru lebih permanen. Jembatan bisa runtuh dimakan usia, tapi karakter bangsa yang kokoh akan menjadi warisan abadi. Buya Hamka pernah mengingatkan,
Memperkuat moral rakyat bukanlah pekerjaan yang bisa kita tunda-tunda lagi.
Dimulai dari Diri Sendiri
Kemandirian nasional bukanlah mimpi abstrak yang cuma bisa diwujudkan oleh pemerintah. Ia adalah gerakan yang harus dimulai dari individu-individu. Dari mereka yang mau jujur dalam bekerja, amanah dalam jabatan, adil dalam mengambil keputusan, dan berani berkata benar meski terasa tidak nyaman.
Pegawai negeri yang menolak suap, guru yang melawan budaya mencontek, pengusaha yang taat bayar pajak, siswa yang berani mengakui kesalahan, pejabat yang transparan mereka inilah, dalam kesehariannya, yang sedang membangun kemandirian bangsa. Bangsa tidak dibangun oleh mitos atau retorika kosong, tetapi oleh manusia-mania jujur yang bertindak.
Jalan Panjang yang Pasti
Indonesia punya modal yang besar. Kekayaan alam melimpah, budaya beragam, populasi muda yang energik, plus posisi strategis di peta dunia. Tapi modal terbesarnya tetaplah karakter bangsanya. Dengan kejujuran sebagai energi penggerak, integritas sebagai landasan, pendidikan karakter sebagai pusat perubahan, dan gotong royong sebagai pengikat, Indonesia bisa mencapai kemandirian sejati. Bukan sekadar bebas dari ketergantungan, tetapi berdiri tegak dengan martabat dan kehormatan.
Pesan di atas bukanlah sindiran, melainkan peringatan keras. Musuh terbesar kita ternyata ada di dalam diri sendiri: yaitu kelemahan moral. Namun, di saat yang sama, ia juga adalah ajakan untuk bangkit. Perjuangan ini bisa dimenangkan dengan kekuatan yang sama yang dulu mengantarkan kita merdeka: kejujuran, keberanian, dan keteguhan hati.
Jika suatu saat nanti bangsa ini benar-benar menegakkan kejujuran sebagai norma utamanya, maka Indonesia bukan cuma akan menjadi negeri yang mandiri. Ia akan menjelma menjadi bangsa yang jaya, makmur, dan dihormati di mata dunia.
-Cingised, Arcamik Bandung, 3 Desember 2025
") Jurnalis Senior dari Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI) & Jala Bhumi Kultura (JBK)
Artikel Terkait
Politisi PKB Minta Kalapas Dicopot Usai Diduga Paksa Napi Muslim Makan Daging Anjing
Gaji Tukang Sapu Rp18 Juta di Morowali: Mengapa Diisi Tenaga Asing?
Bencana Sumatera: 3,3 Juta Jiwa Terjebak dalam Banjir dan Longsor
Prabowo Buka Suara: Penebangan Liar Diduga Perparah Banjir Sumatera