Ia memperkirakan angka kejadian sebenarnya jauh lebih tinggi dari yang selama ini terungkap ke permukaan. Kolaborasi multipihak disebutnya sebagai kunci penyelesaian. “Kami memandang ini sebagai persoalan yang harus segera kita selesaikan bersama-sama karena ini menyangkut masa depan bangsa,” imbuhnya, seraya mengingatkan bahwa lebih dari 81 juta penduduk Indonesia saat ini berada pada usia sekolah yang akan menjadi wajah Indonesia di tahun 2045.
Regulasi Baru: Dari Birokrasi Menuju Gerakan
Meski mengapresiasi semangat Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, Mu'ti mengakui implementasinya selama dua tahun terakhir belum maksimal. “Materinya saya melihat memang terlalu struktural dan birocratic-heavy. Karena sangat struktural dan birokratis, pelaksanaannya belum maksimal dan koordinasi antar pihak terkait juga belum terjalin dengan baik,” paparnya.
Merespons evaluasi ini, Kemendikdasmen berencana menyempurnakan aturan dengan pendekatan yang lebih humanis, komprehensif, dan partisipatif. “Kita perlu menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah untuk membangun budaya sekolah yang aman dan nyaman,” kata Mu'ti.
“Upaya kita mewujudkan budaya itu harus ditekankan menjadi sebuah gerakan, bukan sekadar kebijakan.”
Kebijakan baru ini diharapkan tidak berhenti sebagai dokumen administratif, melainkan mampu menggerakkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Pihak kementerian menargetkan aturan baru tersebut dapat efektif berlaku pada semester kedua Tahun Ajaran 2025/2026.
Dengan langkah ini, pemerintah berkomitmen untuk mentransformasi lingkungan pendidikan Indonesia menjadi ruang yang benar-benar melindungi dan memfasilitasi tumbuh kembang optimal generasi penerus bangsa.
Artikel Terkait
Menguak Batas Semantik: Mengapa Istilah Mukmin Tak Dapat Diuniversalkan
Dari Limbah Tanduk Sapi, Uganda Lahirkan Kacamata Visioner untuk Rakyat
Barcelona Akhirnya Kembali ke Camp Nou Setelah Dua Tahun Mengasingkan Diri
Perspirex Bantah Kabar Hengkang, Umumkan Distributor Baru untuk Ekspansi di Indonesia