Sejumlah pengusaha travel, dengan Fuad Masyhur di antaranya, diduga melobi oknum di Kemenag. Mereka ingin pembagiannya diubah jadi setengah-setengah. 50 persen reguler, 50 persen khusus. Sebuah permintaan yang jelas-jelas melanggar aturan.
Dan anehnya, permintaan itu dikabulkan. Atas bantuan Gus Alex, Menag Yaqut kemudian menerbitkan Surat Keputusan pada 15 Januari 2024 yang mengamankan pembagian 50:50 itu.
Akibatnya? Keuntungan besar berhasil diraup para pengusaha travel dari penjualan kuota itu. Yang parah, aliran uangnya juga menjalar ke oknum pejabat. Padahal, uang jemaah itu seharusnya mengalir ke kas negara lewat BPKH.
“Namanya dibagi jadi 50:50. Nah, di situ tiga orang ini memiliki peranan penting. Setelah dibagi, kami meyakini ada sejumlah uang yang mengalir. Uangnya uang jemaah, yang seharusnya masuk ke BPKH,” tegas Asep.
KPK sudah menaikkan status kasus ini ke penyidikan sejak Agustus lalu. Jaringannya luas. Ada 13 asosiasi dan sekitar 400 biro travel yang terlibat. Hingga kini, tim penyidik sudah memeriksa sekitar 350 di antaranya.
Masa cegah untuk Yaqut dan kawan-kawan berlaku sampai Februari 2026 mendatang. Bisa saja diperpanjang, tentu saja, kalau penyidikan membutuhkannya.
Soal tersangka? KPK masih tutup mulut. Tapi dari gelagatnya, badai belum usai. Masih panjang jalan yang harus ditempuh untuk mengungkap tuntas skandal yang mencoreng ibadah haji ini.
Artikel Terkait
KPK Telusuri Aliran Dana Tersangka Suap Mardani Maming ke PBNU
Kooperatif atau Kontroversial? Larangan Bepergian Bos Djarum Dicabut Kejagung
KPK Bongkar Modus Asistensi di Proyek Stasiun Medan, Mantan Anak Buah Eks Menhub Dibekuk
MAKI Desak KPK Telusuri Asal Rp100 Miliar Maming ke PBNU