Diskriminasi Perdagangan Global, Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan! Ini Kata Ahli Perekonomian

- Sabtu, 06 Januari 2024 | 09:00 WIB
Diskriminasi Perdagangan Global, Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan! Ini Kata Ahli Perekonomian

Peraih gelar doktor ekonomi dari Universitas Queensland itu meyakini, ada kepentingan memperjuangkan produk substitusi CPO dari negara-negara yang menentang kebijakan ekspor Indonesia.

“Motif tersembunyi dari argumen sawit yang tidak ramah lingkungan misalnya menjaga produk substitusi, seperti Eropa mereka punya minyak bunga matahari, minyak kacang kedelai,” ungkap Faisal.

Lebih dari itu, ada juga upaya negara-negara maju untuk mencegah Indonesia naik kelas, dengan menolak kebijakan ekspor manufaktur yang bisa memberikan nilai tambah lebih dibanding sekadar ekspor komoditas.

Faisal kemudian mencontohkan persaingan dagang antara Amerika Serikat dengan China beberapa tahun lalu.

China mulai dilihat sebagai ancaman karena penetrasi industri teknologinya semakin masif. Amerika Serikat pun membebankan pajak kepada barang-barang China yang dianggap bisa mengganggu pasarnya.

“China ingin naik kelas dengan tidak lagi ekspor barang bernilai tambah rendah. Tapi, pada produk teknologi 5G, Amerika mencoba untuk menjaga dominasinya dengan menerapkan tarif. Jadi itu hal yang umum terjadi, ketika negara memanfaatkan platform internasional untuk mencegah negara lain naik kelas. Dan ironinya, itu justru dicontohkan oleh negara yang menyuarakan perdagangan bebas,” beber dia.

Spesifik untuk larangan ekspor bijih nikel, Faisal melihat Indonesia sedikit mengalami kerugian ketika hendak memulai kebijakan hilirisasi. Namun, kini hilirisasi telah menjadi salah satu faktor penting yang membuat neraca perdagangan Indonesia terus surplus.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: suaramerdeka.com


Halaman:

Komentar