murianetwork.com - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menyatakan bahwa perjuangan Indonesia untuk melawan diskriminasi perdagangan internasional sudah berada di jalur yang tepat.
Bahkan, pemerintah diminta untuk terus konsisten dalam menyuarakan kepentingan Indonesia di kancah global.
Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan nikel.
Produk CPO ditolak karena minyak kelapa sawit dianggap tidak ramah lingkungan. World Trade Organization (WTO) pun menilai industri hilirisasi nikel Indonesia belum optimal, sehingga belum waktunya untuk menutup ekspor barang mentah.
“CPO memang tekanannya besar. Kita harus konsisten memperjuangkan CPO, terutama pada sisi penetrasi ekspor. CPO dianggap sebagai sesuatu yang tidak ramah lingkungan. Sebagian bisa jadi benar, tapi ada juga motif tersembunyi dari negara yang menolak CPO. Begitu pula dengan nikel, yang justru penolakan datang dari negara yang tidak mengimpor nikel mentah kita, yaitu Uni Eropa,” kata Faisal kepada Media Center Indonesia Maju.
“Saya rasa langkah pemerintah sudah bagus. Cuma memang ada yang perlu diperkuat, utamanya terkait trade diplomacy, untuk melawan segala tuduhan yang tidak benar. Kalau ada tuduhan yang benar, ya kita perbaiki. Supaya dalam berargumen di arbitrase kita bisa mempertahankan kepentingan kita dari negara yang merasa kebijakan Indonesia bertentangan dengan WTO,” tambahnya.
Baca Juga: Kementerian Perdagangan Targetkan Transaksi Harbolnas 2023 Sebesar 25 Triliun
Artikel Terkait
Menguak Struktur Kepemilikan dan Peta Bisnis GPRA, Emiten Properti dengan 30+ Proyek
Pertamina Siap Setor Dividen Rp 42,1 Triliun ke Negara, Realisasi Capai Rp 23 Triliun
IHSG Pacu Kenaikan 57 Poin di Sesi I, Sektor Energi Jadi Lokomotif
Astra International Gelar Rotasi Strategis di Jajaran Direksi dan Komisaris