Pergerakan terbatas dolar AS ini dipicu oleh rilis data inflasi Amerika Serikat yang menunjukkan angka lebih rendah dari perkiraan pasar. Indeks Harga Konsumen (IHK) AS pada September 2025 tercatat naik 0,3% secara bulanan dan tumbuh 3,0% secara tahunan, lebih rendah dari proyeksi ekonom Reuters sebesar 0,4% dan 3,1%.
IHK inti yang tidak memasukkan harga pangan dan energi tumbuh 3% secara tahunan, juga lebih rendah dari proyeksi pasar sebesar 3,1%. Data ini memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve akan melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter melalui pemangkasan suku bunga.
Kebijakan Bank Indonesia dan Kondisi Dalam Negeri
Bank Indonesia memastikan terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah melalui berbagai instrumen intervensi di pasar valuta asing. Direktur DKEM BI Juli Budi Winantya menegaskan bahwa intervensi akan dilakukan "apapun yang diperlukan" baik di pasar spot, pasar forward, pasar domestik, maupun di luar negeri.
Pertumbuhan likuiditas perekonomian (M2) juga meningkat pada September 2025, tercatat sebesar 8,0% secara tahunan, naik dari Agustus 2025 yang sebesar 7,6%. Total M2 mencapai Rp 9.771,3 triliun dengan pertumbuhan didorong oleh uang beredar sempit (M1) sebesar 10,7% serta uang kuasi sebesar 6,2%.
Proyeksi Rupiah ke Depan
Melihat berbagai sentimen tersebut, pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi memproyeksikan Rupiah dalam sepekan ke depan akan bergerak di kisaran Rp16.580 hingga Rp16.700 per USD.
Artikel Terkait
Rupiah 2025: Pelemahan 2% Ternyata Sinyal Kuat di Tengah Badai Global?
CBRE Gemparkan Pasar! Akuisisi Kapal Rp1,61 Triliun untuk Kuasai Bisnis Offshore
Masa Depan Hijau Blok Masela: Proyek LNG Pertama Indonesia yang Bakal Serap 16,3 Triliun untuk Tangkap Karbon!
Inflasi Mengganas, Bisakah Pesona Kuliner & Religi Selamatkan Ekonomi Sumatra Barat?