Kalau ditanya apa bisnis SGRO, jawabannya tak jauh dari perkebunan. Tepatnya, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) adalah emiten yang fokus mengelola kebun sawit dan beberapa tanaman lain. Perusahaan ini tercatat di bursa efek Indonesia di sektor barang konsumen primer.
Berdiri sejak 1993 dengan nama awal PT Selapan Jaya, perusahaan baru berganti nama menjadi Sampoerna Agro pada 2007. Menurut informasi dari laman resmi mereka, produk andalan SGRO adalah minyak sawit dan inti sawit. Faktanya, hampir 90 persen pendapatan perusahaan pada 2024 berasal dari kedua produk turunan sawit itu.
Lokasi perkebunannya tersebar di beberapa wilayah. Ada di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Selatan. Namun begitu, SGRO tak cuma mengandalkan sawit dari kebun orang lain. Mereka punya fasilitas penelitian dan pembibitan sendiri di Sumatera Selatan yang luasnya mencapai 540 hektare. Belum lagi lahan pengembangan genetik generasi kedua seluas 632 hektare.
Dari fasilitas itulah lahir benih sawit bermerek DxP Sriwijaya. Benih ini punya sejumlah keunggulan. Produktivitas dan kandungan minyaknya disebut superior, pertumbuhan pokoknya melambat, dan potensi hasilnya lebih baik.
Di sisi lain, Sampoerna Agro juga punya bisnis di luar sawit. Perusahaan ini mengelola perkebunan sagu dan karet, lengkap dengan produk turunannya. Untuk sagu, mereka memproduksi pati sagu dengan merek Prima Starch. Pati ini jadi bahan baku untuk berbagai industri, mulai dari bihun, MSG, hingga sorbitol. Bahkan dipakai juga untuk keperluan non-pangan. Ekspornya sampai ke Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia.
Tapi memang, porsi sagu masih relatif kecil. Luas kebun sagunya cuma 12.781 hektare di Riau. Bandingkan dengan total luasan kebun sawit SGRO yang mencapai lebih dari 129.000 hektare, terdiri dari kebun inti dan plasma.
Artikel Terkait
Penerimaan Pajak Tersendat, Baru Tembus 70 Persen di Akhir Oktober
IHSG Mantap di 8.419 Meski Rupiah Tersungkur ke Rp16.736
Proyek Rp250 Miliar di Batam Diprediksi Pacu Pendapatan Puri Global Melonjak 837%
Defisit APBN Tembus Rp 479 Triliun, Menkeu: Masih dalam Batas Aman