Pernahkah kamu tiba-tiba sadar kalau sedang bermimpi? Semuanya terasa nyata, tapi ada juga nuansa aneh yang membedakannya dari kenyataan. Itulah yang disebut mimpi sadar atau lucid dream. Fenomena ini sebenarnya sudah diteliti sejak lama, jauh sebelum jadi bahan perbincangan viral di media sosial. Seorang sinolog Prancis bernama Léon d’Hervey de Saint-Denys mencatatnya pada 1867, lalu dilanjutkan oleh psikiater Belanda Frederik Willem van Eeden di tahun 1913. Intinya, dalam kondisi ini, kamu bermimpi tapi sekaligus tahu bahwa itu mimpi. Bahkan, beberapa orang bisa mengarahkan alur ceritanya. Meski terdengar seperti pengalaman mistis, sebenarnya ini murni proses alami otak kita. Sayangnya, popularitasnya justru sering dibumbui mitos dan klaim pseudoscience yang menyesatkan.
Melihat Lucid Dream dari Kacamata Ilmu Saraf
Dari sudut pandang neuropsikologis, mimpi sadar ini memang unik. Berbeda dengan mimpi biasa di mana kita pasif dan tak punya kendali, lucid dream melibatkan bangkitnya kembali kesadaran diri. Ini terjadi saat fase tidur REM, di mana mata bergerak cepat. Menariknya, studi neuroimaging menunjukkan, area otak seperti korteks prefrontal dorsolateral dan korteks frontopolar yang berkaitan dengan fungsi metakognitif dan kesadaran diri ternyata aktif selama mimpi sadar. Padahal, area ini biasanya “tidur” saat kita bermimpi biasa.
Penelitian terbaru, misalnya dari Herrero dkk. (2025), memperkuat temuan ini. Meski terjadi dalam tidur REM, pola aktivitas otak selama lucid dream justru punya ciri khas kondisi terjaga. Terutama terlihat pada peningkatan gelombang beta dan gamma di area frontal-parietal. Singkatnya, ini membuktikan bahwa mimpi sadar adalah fenomena neurobiologis yang nyata, bukan sesuatu yang bersifat supranatural.
Lalu, Apa Sih Manfaatnya?
Nah, selain jadi pengalaman yang seru, lucid dream ternyata punya potensi manfaat yang cukup serius. Yang pertama dan paling banyak diteliti adalah untuk mengurangi mimpi buruk yang berulang, khususnya pada penderita PTSD. Sebuah terapi yang disebut Lucid Dreaming Therapy (LDT) memanfaatkan ini. Dengan menyadari bahwa mereka sedang bermimpi, pasien bisa mengurangi rasa takut, bahkan mengubah narasi mimpi buruk tersebut. Menurut Tzioridou dkk. (2025), pendekatan ini cukup menjanjikan.
Manfaat lain? Ternyata, latihan keterampilan motorik dalam mimpi sadar bisa mengaktifkan sensorimotor, yang pada akhirnya berpotensi meningkatkan performa di dunia nyata. Jadi, bayangkan berlatih memainkan alat musik atau olahraga tertentu dalam mimpi.
Di sisi lain, pengalaman ini juga bisa menjadi alat untuk meningkatkan pemahaman diri. Dengan melatih kesadaran kritis dan mindfulness di dalam mimpi, kita bisa menjelajahi pikiran serta emosi bawah sadar. Hasilnya, kita mungkin menemukan potensi atau konflik diri yang selama ini tersembunyi.
Mitos yang Sering Menyesatkan
Meski dasarnya ilmiah, tak bisa dipungkiri bahwa lucid dream sering dikelilingi klaim-klaim berlebihan. Ada beberapa miskonsepsi utama yang beredar.
Artikel Terkait
iPhone Pocket Kolaborasi Apple dan Issey Miyake Ludes Terjual dalam Sekejap
BMKG Ingatkan: Ancaman Siklon Tropis Masih Mengintai Meski Senyar dan Koto Reda
Telkom Pasok Koneksi Satelit untuk Korban Bencana di Sumatra
Target Gila OpenAI: 220 Juta Pelanggan Berbayar pada 2030