Untuk mengatasi hal itu, tim ini merancang dua strategi utama. Pertama, mereka menggunakan teknik nanoenkapsulasi layer-by-layer dengan kolagen. Intinya, ini adalah metode melapisi sel cangkok dengan pelindung berlapis, seperti membungkusnya dengan perisai mikroskopis.
Nabila memaparkan, “Strategi pelapisan ini sangat krusial. Ia bisa memperpanjang umur sel punca donor di dalam tubuh, yang secara langsung akan memperpanjang jeda kebutuhan pasien terhadap insulin.”
Di sisi lain, strategi kedua adalah penggunaan partikel imunosupresan non-sistemik. Pendekatan ini mereka pilih untuk meminimalkan efek samping yang biasanya muncul dari obat penekan imunitas konvensional. Dengan cara ini, toksisitas atau tingkat racun dalam tubuh bisa ditekan secara signifikan.
Perjalanan penelitian mereka tidaklah mudah. Ibaness mengakui bahwa mereka sempat kesulitan mencari referensi pendukung. Soalnya, pencangkokan sel punca sebagai pengganti sel beta pankreas pada manusia masih sangat jarang dilakukan. Minimnya literatur justru memacu semangat mereka untuk memberikan sumbangan baru bagi khazanah ilmu pengetahuan.
Harapan mereka jelas. Suatu hari nanti, diabetes melitus tipe 1 tidak lagi dianggap sebagai penyakit seumur hidup, melainkan sesuatu yang bisa disembuhkan total.
“Secara lebih spesifik, kami berharap inovasi ini bisa diimplementasikan di Indonesia,” pungkas Ibaness. “Kita tahu, inovasi bioteknologi semacam ini masih jarang di tanah air, sementara penerapan sel punca di dunia saat ini masih didominasi oleh ilmuwan asing.”
Artikel Terkait
Duduk Terlalu Lama, Pintu Masuk Bagi Penyakit Kronis yang Tak Disadari
IBM Siapkan Restrukturisasi Besar, Ribuan Pekerja Terancam Dirumahkan pada 2025
Geliat Tsinghua University Guncang Hegemoni AS di Kancah Kecerdasan Buatan
NeutraDC dan AMD Gabungkan Kekuatan untuk Pacu Laju AI di Asia Tenggara