Selain SOP, syarat lain juga menumpuk. Setiap dapur wajib punya Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), plus Sertifikat Halal. Relawannya sendiri harus ikut Pelatihan Penjamah Makanan.
Faktanya di lapangan? Pencapaiannya beragam. Di Kota Cirebon, dari 21 SPPG yang berjalan, 15 sudah punya SLHS. Sebanyak 11 lagi masih proses, dan 2 lainnya belum mengajukan sama sekali.
Sementara di Kabupaten Cirebon, angkanya lebih besar. Dari 139 SPPG, 106 sudah mengantongi sertifikat. Ada 24 yang sedang diuji, dan 9 sisanya masih belum bergerak.
Nanik memberi ultimatum. "Tolong ya, yang belum harus segera mendaftar. Saya beri waktu 1 bulan. Kalau dalam 1 bulan belum juga mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan, saya perintahkan agar di-suspend."
Di tengah teguran, ada juga apresiasi. Nanik memuji langkah Sekda Kota Cirebon Sumanto, yang juga Ketua Satgas MBG setempat. Aturannya tegas: SPPG dilarang memberi makan untuk ibu hamil, menyusui, dan balita jika belum punya SLHS.
Kepala Dinas Keamanan Pangan Wati Prihastuti juga dapat pujian karena menyiapkan pelatihan rapid test pangan.
"Itu aturan yang bagus Pak. Saya setuju dengan aturan itu. Juga dengan rencana pelatihan rapid tes dari Dinas Ketahanan Pangan," kata Nanik menutup pernyataannya.
Pesan akhirnya sederhana: dana besar itu bukan hadiah cuma-cuma, tapi tanggung jawab. Dan standar tak bisa ditawar.
Artikel Terkait
Prabowo Bergetar di Rapat Bencana Aceh: Jangan Cari Untung di Tengah Penderitaan Rakyat
Macron Beri Ultimatum ke China: Uni Eropa Siap Berlakukan Tarif Jika Defisit Tak Turun
Presiden Benin Selamat dari Kudeta, Namun Bayang-Bayang Otoritarianisme Menggantung
YRV dengan Odometer 280 Ribu Kilometer: Kisah Mobil Langka yang Tak Lekang Waktu