Revisi UU Pemerintahan Aceh: Urgensi Harmonisasi dan Optimalisasi Otsus
Jakarta, 19 November – Gedung DPR RI, Senayan
Jakarta – Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat kerja dengan jajaran pemerintah, termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan serta Wakil Menteri Dalam Negeri, guna membahas revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menyampaikan sejumlah catatan krusial yang menjadi dasar urgensi perubahan undang-undang tersebut.
"Perubahan dalam hal tata kelola pemerintahan dan hubungan antara pemerintah pusat dan Aceh adalah keniscayaan karena ada dinamika politik, dinamika fiskal, dan kebutuhan pembangunan," tegas Bima Arya dalam rapat tersebut.
Kendala Implementasi dan Urgensi Revisi
Bima Arya memaparkan tiga tantangan utama dalam pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh selama ini:
1. Disharmonisasi Regulasi
Terjadi ketidakselarasan antara UU Pemerintahan Aceh dengan berbagai peraturan perundang-undangan nasional, seperti dalam pelaksanaan kewenangan bidang pertanahan.
2. Keterbatasan Sumber Daya dan Anggaran
Pelaksanaan kewenangan khusus Aceh belum optimal akibat keterbatasan sumber daya manusia, anggaran, serta tantangan regulasi di lapangan.
3. Pengawasan Dana Otonomi Khusus
Bima menyoroti tingginya sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) setiap tahun, terutama pada alokasi dana otsus sebesar 2% dari total Dana Alokasi Umum nasional. Hal ini mengindikasikan perlunya penguatan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas tata kelola dana otsus.
Kelemahan Tata Kelola Dana Otsus
Kementerian Dalam Negeri telah menginventarisasi beberapa kelemahan dalam tata kelola dana otsus Aceh:
Artikel Terkait
Warisan Pahit Kesultanan Melayu: Tuan di Sejarah, Tergusur di Tanah Leluhur
Ancaman Digital: Ketika Gawai Menggerogoti Keharmonisan Rumah Tangga
Paguyuban Serahkan Terduga Pelaku Penganiayaan Driver Ojol ke Polda Sleman
Polri Bongkar Ladang Ganja 51,75 Hektare di Hutan Aceh, Modus Distribusi Lewat Aliran Sungai