- Ketidaksesuaian antara program yang diamanatkan UU dengan implementasi di lapangan.
- Perencanaan yang kurang maksimal dan keterbatasan kemampuan organisasi perangkat daerah.
- Kecenderungan penggunaan dana untuk pembangunan berorientasi kuantitas dibanding kualitas.
- Mitigasi risiko yang kurang optimal, menyebabkan target outcome tidak tercapai.
"Kami mengamati ada kecenderungan mitigasi risiko yang kurang optimal, sehingga target-target outcome itu tidak tercapai," jelas Bima.
Poin Strategis dalam Revisi
Pemerintah mengusulkan sejumlah poin strategis untuk dimasukkan dalam revisi UU Pemerintahan Aceh:
Harmonisasi Peraturan
Perlu penyelarasan aturan turunan, termasuk qanun, dengan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, khususnya dalam aspek teknis.
Penegasan Kewenangan Khusus
Revisi harus menegaskan posisi UU Pemerintahan Aceh sebagai lex specialis guna mengatasi ego sektoral kementerian/lembaga yang menghambat implementasi kewenangan khusus.
Perbaikan Tata Kelola Dana Otsus
Diperlukan pengaturan lebih detail terkait mekanisme distribusi, akuntabilitas, dan pengawasan dana otsus untuk memastikan tepat sasaran.
Penyesuaian dengan Putusan MK dan MOU Helsinki
Bima menekankan pentingnya menyesuaikan RUU dengan putusan Mahkamah Konstitusi, termasuk persyaratan calon kepala daerah mantan terpidana dan masa jabatan kepala desa di Aceh. Selain itu, semangat MoU Helsinki dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menjadi landasan utama dalam revisi.
"Undang-undang yang akan kita bahas ini hendaknya betul-betul selaras dengan semangat MoU Helsinki dan prinsip NKRI," tandas Bima menutup paparannya.
Artikel Terkait
BNPB Kosongkan Besuk Kobokan, Jalur Lahar Semeru Kembali Mengamuk
Nasib Pilu Dua Pemancing di Pantai Ciemas Berakhir di Ruang Visum
Gempa Dangkal Guncang Bandung, Enam Kali Getaran Terasa hingga Dini Hari
BGN Beberkan Fakta di Balik 41 Dapur Gratis Anak Politikus