Sementara dalam kasus Teddy Minahasa, ia menyoroti perintah untuk menyisihkan barang bukti narkoba serta dugaan kuat keterlibatan anggota kepolisian dalam jaringan peredaran narkotika.
Pola Oknum Polri Disamakan dengan Organisasi Mafia
Gatot lebih lanjut menyamakan praktik yang dilakukan oleh sebagian oknum di kepolisian dengan pola kerja organisasi mafia. Pola tersebut meliputi penggunaan kekerasan, intimidasi, dan korupsi untuk mencapai tujuan tertentu, baik ekonomi maupun politik.
"Kita tahu kejahatan mafia itu narkoba, pencucian uang, prostitusi, perjudian, pemerasan, dan pembunuhan. Ketika aparat negara menunjukkan pola yang serupa, maka publik wajar menyebutnya mafia berseragam," tegasnya.
Posisi Strategis dan Kekuatan Polri
Gatot juga mengingatkan posisi strategis Polri yang memiliki kekuatan dan kewenangan luar biasa, bahkan berada di luar struktur kementerian. Ia menyebutkan bahwa beberapa satuan di Polri memiliki persenjataan yang melebihi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ia menegaskan bahwa amanat konstitusi UUD 1945 sejatinya menempatkan polisi sebagai pelindung masyarakat, bukan sebagai kekuatan yang justru ditakuti oleh rakyat.
Desakan Akhir untuk Presiden Prabowo
Mengakhiri pernyataannya, Gatot Nurmantyo kembali menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera membentuk Komite Reformasi Polri tanpa penundaan lebih lanjut. Tindakan cepat ini dinilai krusial untuk memulihkan kepercayaan rakyat terhadap institusi penegak hukum.
"Reformasi Polri adalah amanat moral dan politik yang tidak bisa ditunda. Jangan sampai rakyat kehilangan harapan pada institusi yang seharusnya melindungi mereka," pungkas Gatot.
Artikel Terkait
Benarkah Rezim Prabowo Lebih Kondusif dari Era Jokowi? Ini Faktanya!
Luhut Pandjaitan Ditegur Soal Prabowo, Bikin Publik Geger!
10 Menteri dengan Kinerja Terburuk Versi Celios: Bahlil hingga Pigai, Siapa Paling Mengecewakan?
Satu Tahun Prabowo-Gibran: Jokowi Beri Sinyal Evaluasi untuk Program Ini!