Di lapangan Supersoccer Arena, Kudus, busur dan anak panah berjejer rapi. Tapi di balik keheningan sebelum bidikan itu, ada cerita yang lebih panjang dari sekadar target dan medali. Ini tentang seorang anak yang justru menemukan ketenangannya lewat lesatan anak panah.
Namanya Anggoro Wahyu Nuswantoro, atlet compound U-18 dari DAD Archery Jakarta. Bagi dia, panahan bukan cuma jalan jadi atlet. Lebih dari itu, olahraga ini jadi ruang untuk benar-benar mengenal dirinya sendiri.
Dan di pinggir lapangan, sosok Widia selalu setia mendampingi. Sebagai ibu, dia melihat langsung perubahan pada anaknya. Dari seorang anak yang dulu sulit sekali diam, kini Anggoro bisa berdiri tenang di garis tembak, menjalani latihan dengan sabar. Perubahannya pelan, tapi nyata.
Dari Wisata ke Candi, Hingga ke Garis Tembak
Semua berawal tanpa rencana. Keluarga ini sedang liburan ke Yogyakarta, kampung halaman mereka.
"Kami waktu itu wisata ke Candi Prambanan. Ternyata, di situ ada wahana panahan, memanah. Di situ saya coba, dan Anggoro minat di situ," kenang Widia.
Ketertarikan sekilas itu tak dibiarkan menguap. Sesampainya di Jakarta, Widia mulai mencari info tentang klub panahan. Tapi tahun 2017 silam, olahraga ini belum populer. Pilihannya sangat terbatas.
"Saya sempat cari informasi. Dan ternyata sampai Jakarta itu, wah masih jarang," ujarnya. "Kebetulan saya tinggal di Jakarta Timur. Kemudian saya dapat info di Taman Mini Indonesia Indah itu ada klub panahan. Ya sudah, saya daftarkan ke situ."
Artikel Terkait
Captain Barbershop Gelar Festival Olahraga, Luncurkan Komunitas Pria Modern
Panahan Emas Diananda di SEA Games, Diraih Saat Baru Tahu Dirinya Hamil
Jordi Amat Buka Suara Soal Isu Calon Pelatih Timnas Indonesia
Panahan Indonesia Kuasai SEA Games 2025 dengan Enam Emas