Di ruang kuliah Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Sabtu (22/11) lalu, Bambang Soesatyo atau yang akrab disapa Bamsoet menyampaikan sebuah penilaian. Menurutnya, pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bukanlah sekadar pergantian aturan biasa. Ini adalah momen bersejarah, sebuah momentum besar untuk mereformasi sistem peradilan pidana nasional kita yang sudah lama tertinggal.
Selama ini, kita seperti terbelenggu. Bayangkan, 110 tahun lebih sistem hukum pidana Indonesia bertumpu pada Wetboek van Strafvordering dan Wetboek van Strafrecht, warisan kolonial Belanda yang sudah sangat uzur. KUHAP baru ini, bersama dengan KUHP yang akan berlaku penuh mulai Januari 2026, hadir sebagai dua pilar utama pembaruan. Mereka menggantikan produk hukum warisan kolonial yang sudah tidak relevan lagi.
Dalam kuliah bertajuk 'Politik Hukum dan Kebijakan Publik' itu, Bamsoet memaparkan sejumlah perubahan signifikan yang dibawa KUHAP. Kontrol pengadilan dalam hal penahanan dan upaya paksa diperkuat. Hak-hak tersangka, dan yang tak kalah penting, hak korban, mendapat perlindungan lebih baik. Bahkan, teknologi digital kini diakomodir untuk proses pembuktian dan persidangan.
Integrasi sistem bukti elektronik (e-evidence), berita acara pemeriksaan digital (e-BAP), dan pengadilan elektronik (e-court) diyakini bisa membuka ruang transparansi yang lebih lebar. Dengan begitu, potensi penyalahgunaan wewenang bisa ditekan.
Artikel Terkait
PSI Tinggalkan Citra Jelita, Bidik Kekuatan dari Kaki Lima hingga TPS
Raja Juli Antoni Dorong Kader PSI Lahirkan Jokowi-Jokowi Muda di Babel
Dapur Umum Brimob Jatim Hangatkan Lereng Semeru, Trauma Healing untuk Korban Erupsi
Gus Yahya Anggap Isu Mundur dari PBNU: Saya Belum Terima Surat Resmi