Tantangan di Balik Panggung COP30: Ujian Nyata Indonesia Setelah Konferensi

- Kamis, 20 November 2025 | 13:55 WIB
Tantangan di Balik Panggung COP30: Ujian Nyata Indonesia Setelah Konferensi

Di luar TFFF, COP30 tetaplah kesempatan berharga bagi Indonesia untuk menegaskan posisinya di peta global. Beberapa agenda utama yang dibawa antara lain soal keadilan iklim dan pendanaan yang seimbang. Indonesia menuntut negara maju menepati janji pendanaan iklim mereka, termasuk untuk adaptasi dan mekanisme kerugian serta kerusakan. Selama ini, pendanaan iklim masih terlalu berat ke mitigasi. Indonesia berusaha menyeimbangkannya.

Lalu ada isu transisi energi yang adil. Indonesia diminta untuk menyusun peta jalan yang jelas untuk penghentian PLTU batu bara, sambil mengembangkan energi surya, angin, dan panas bumi. Yang tak kalah penting, menyiapkan pelatihan ulang bagi pekerja di sektor batu bara. Transisi energi tidak boleh meninggalkan kelompok rentan.

Soal pasar karbon, Indonesia mendorong pengakuan global atas unit karbon domestiknya. Mereka menargetkan transaksi sekitar Rp 16 triliun selama COP30. Tapi, integritas data, tata kelola, dan pembagian manfaat tetap menjadi sorotan. Pasar karbon tidak boleh malah menjadi sumber ketidakadilan baru.

Terakhir, komitmen konservasi hutan dan ekosistem pesisir ditegaskan kembali. Mulai dari FOLU Net Sink 2030, perlindungan mangrove, gambut, hingga lamun. Pemerintah juga mengumumkan alokasi 1,4 juta hektar hutan adat—sebuah langkah penting menuju keadilan ekologis.

Potensi Besar, Jalan Terjal

Jadi, TFFF memang membuka potensi yang sangat besar. Tapi, implementasinya di lapanganlah yang akan menentukan apakah skema ini benar-benar bermanfaat atau hanya menjadi proyek global baru yang tak menyentuh kebutuhan riil masyarakat adat. Tantangan utamanya ada di dalam negeri sendiri: regulasi yang tumpang tindih, konflik tenurial, birokrasi yang lamban, dan pengawasan yang belum solid.

Di sisi lain, COP30 juga mendesak Indonesia untuk mempercepat transisi energi, memperbaiki pasar karbon, dan memastikan semua kebijakan iklimnya benar-benar dirasakan rakyat. Bukan cuma jadi narasi diplomasi yang indah di kertas.

Penutup: Waktunya Bertindak, Bukan Menunda

Indonesia telah mendapat sorotan global dan peluang pendanaan yang tidak kecil. Tapi semua itu bisa jadi sia-sia tanpa perubahan nyata, dari hutan adat hingga sektor energi. Kapasitas diplomasi Indonesia sudah tak diragukan lagi. Yang sekarang diuji adalah kemampuannya untuk melaksanakan kebijakan secara jujur, konsisten, dan berpihak pada masa depan bumi yang lebih baik.

COP30 memberikan momentum. Yang kita butuhkan sekarang adalah keberanian politik untuk bertindak. Tidak ada lagi alasan untuk menunda.


Randi Syafutra. Dosen Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung & Kandidat Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB University.


Halaman:

Komentar