MK Kabulkan Gugatan Musisi, Penyelenggara Pertunjukan Wajib Bayar Royalti

- Kamis, 18 Desember 2025 | 06:36 WIB
MK Kabulkan Gugatan Musisi, Penyelenggara Pertunjukan Wajib Bayar Royalti

Mahkamah Konstitusi akhirnya memberi angin segar bagi sejumlah musisi ternama. Gugatan yang diajukan Bernadya, Nadin Amizah, Raisa, Armand Maulana, dan Ariel Noah dikabulkan sebagian oleh hakim konstitusi. Putusan ini dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo pada Rabu (17/12) lalu.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Suhartoyo di ruang sidang.

Intinya, MK sepakat bahwa penyelesaian sengketa hak cipta harusnya lewat restorative justice dulu. Ini jadi poin krusial yang mereka setujui. Putusan ini menyasar Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, khususnya huruf f, yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Suhartoyo memaparkan, "Frasa huruf f dalam norma pasal 113 ayat (2) UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat." Syaratnya, kata dia, pasal itu harus dimaknai 'dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice'.

Hakim Enny Nurbaningsih, yang ikut membacakan pertimbangan, menjelaskan lebih lanjut. Menurutnya, pasal tersebut adalah norma sekunder yang mengikuti aturan utama soal hak ekonomi pencipta. Hak ekonomi itu mencakup hal-hal seperti menerjemahkan, mengadaptasi, atau mempertunjukkan sebuah ciptaan. Nah, untuk melakukan itu, orang harus minta izin dulu pada pencipta atau pemegang haknya.

Tujuannya jelas: melindungi hak ekonomi musisi dari penggunaan komersial tanpa izin. Tapi, di sisi lain, MK punya kekhawatiran. Pelanggaran terhadap aturan ini, kata mereka, jangan langsung berujung pidana. Penyelesaian secara perdata atau administratif harus diutamakan. Pidana adalah opsi terakhir.

"Pelanggaran hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta karena menggunakan ciptaan secara komersial tanpa izin, haruslah mengedepankan sanksi administratif dan mekanisme keperdataan, dibandingkan sanksi pidana," tegas Enny.

Ia melanjutkan, kalau pidana dijadikan senjata pertama, bisa-bisa bikin ciut nyali para seniman dan musisi. Mereka bisa takut untuk tampil di ruang publik. Alhasil, ekosistem seni dan budaya jadi mandek, kreativitas pun terhambat.

Enny lalu merujuk ke Pasal 23 ayat (5) yang mengatur soal penggunaan ciptaan dalam pertunjukan tanpa izin, asal bayar royalti lewat Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Ini menunjukkan fleksibilitas dalam UU Hak Cipta. Karena itu, penyelesaian sengketa juga harus proporsional, misalnya lewat ganti rugi administratif. Baru kalau itu gagal, jalur pidana bisa ditempuh.

"Misalnya dengan penyelesaian ganti rugi secara administratif atau perdata melalui pembayaran kepada LMK, sehingga mekanisme penegakan sanksi pidana menjadi pilihan terakhir," sambungnya.

Dari pertimbangan itulah, MK akhirnya memberi pemaknaan baru pada frasa dalam pasal yang digugat.

Ini Pasal-pasal yang Disesuaikan


Halaman:

Komentar