Mantan Sekjen Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, tak main-main. Dalam sebuah wawancara eksklusif, ia menyebut kawasan industri IMIP di Morowali bukan sekadar proyek investasi. Menurutnya, itu adalah "pusat perampokan aset negara yang dilegalisasi pemerintah dan dilindungi penguasa."
Pernyataan keras itu meluncur menyusul kunjungan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin ke bandara IMIP. Kunjungan itu sendiri sudah memantik polemik, lantaran bandara berstatus internasional itu ternyata beroperasi tanpa pemeriksaan bea cukai, imigrasi, maupun karantina. Sungguh aneh, bukan?
Lebih Parah dari Freeport?
Bagi Said Didu, yang pernah menjabat Staf Khusus Menteri ESDM, bahaya IMIP jauh melampaui Freeport. "Morowali itu jauh lebih berbahaya dan lebih tinggi nilai perampokannya daripada Freeport," tegasnya.
Ia membeberkan perbedaan mendasar. Freeport beroperasi normal, membayar pajak, royalti, dan cukai kepada negara. Sementara IMIP, dapat privilege luar biasa: bebas pajak, bebas cukai, bebas memasukkan tenaga kerja asing, dan bebas impor mesin. Kawasan seluas 4.000 hektar itu bebas fiskal.
Mental Pengkhianat dan Ironi BUMN
Nada bicaranya semakin panas. Said Didu menyebut para perancang kebijakan ini punya mental pengkhianat. Alasannya jelas. Di lokasi yang sama, BUMN seperti Antam dan Vale sudah puluhan tahun beroperasi. Mereka selalu untung dan berkontribusi ke negara, tanpa fasilitas khusus sedikitpun.
Suaranya terdengar emosional saat mengungkapkan hal ini.
Bandara dan Pelabuhan yang "Bebas"
Dari pengamatannya selama 15 kali kunjungan sejak 2015, Said Didu membongkar fakta lain yang lebih mencengangkan. Bandara internasional itu hanyalah puncak gunung es. Pelabuhan khusus IMIP, yang hanya berjarak beberapa mil dari jalur laut internasional, juga sama. Tak ada pengawasan.
Kedalaman 18 meter di jalur itu, katanya, bahkan memungkinkan kapal berukuran sangat besar untuk masuk. Ini tentu mengundang tanda tanya besar soal keamanan.
Artikel Terkait
Gubernur Herman Deru Serahkan Bantuan Langsung di Peringatan Hari Disabilitas Sumsel
Jalan Poros Lahat Rampung, Waktu Tempuh dari Dua Jam Jadi 50 Menit
Gibran dan Ilusi Kudeta: Risiko yang Mengintai di Balik Ambisi Kursi Presiden
Prabowo Cicipi Langsung Ikan Tongkol di Dapur Umum Pengungsi Bireuen