✍🏻 Erizeli Jely Bandaro
Pernyataan Presiden Prabowo bahwa "rakyat kini melihat reaksi cepat pemerintah dalam mengatasi musibah" ramai diperbincangkan. Namun, di lapangan, ceritanya lain. Di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang dilanda banjir dan longsor, situasinya justru menunjukkan hal yang bertolak belakang.
Menurut sejumlah saksi, warga banyak yang terpaksa evakuasi sendiri. Tim BNPB dan alat berat baru datang setelah dua sampai tiga hari berlalu. Sungguh, penanganannya terasa lambat. Logistik macet, kehadiran pemerintah pusat pun seolah tertunda.
Koordinasi dari desa ke pusat juga bermasalah. Data korban dan kebutuhan pengungsi tak kunjung jelas. Parahnya, status darurat tak kunjung dinaikkan. Akibatnya, pemerintah daerah bekerja dengan anggaran seret di tengah situasi yang makin tak terkendali.
Di sisi lain, standar global punya patokan yang jauh lebih ketat. Ambil contoh, PBB lewat UN-OCHA punya standar emas. Evakuasi awal harus dalam 1 jam. Tim SAR aktif dalam 6 jam. Bantuan logistik dasar wajib tersedia dalam 24 jam. Dan dalam 72 jam, stabilitas awal pemulihan harus tercapai.
Negara lain sudah menjalankannya. Jepang, misalnya. Mereka mengerahkan tim penyelamat dalam hitungan jam, bukan hari. China bisa mengirim ribuan personel hanya dalam 2-3 jam saat banjir besar melanda. Bahkan FEMA di AS punya sistem yang otomatis bergerak begitu status darurat diumumkan.
Artikel Terkait
Bandara IMIP Morowali Dituding Sebagai Bentuk Makar, Aktivis: Ini Negara dalam Negara!
Pedro Pascal: Dari Puncak Box Office ke Suara Lantang untuk Palestina
Kontroversi LISA UGM: Asisten Virtual yang Terlalu Jujur dan Nasibnya yang Terkatung
Mahasiswa ITS Sulap Jelantah Jadi Lilin Aromaterapi Bersama Murid SD