Amplop Kebahagiaan Bunda Lina: Menyulam Harapan di Asrama Penuh Cerita

- Jumat, 05 Desember 2025 | 15:42 WIB
Amplop Kebahagiaan Bunda Lina: Menyulam Harapan di Asrama Penuh Cerita

Suasana di asrama putri SRMA 1 Aceh Besar itu hangat, nyaris seperti di rumah sendiri. Di balik keakraban itu, ada sosok Bunda Lina. Perempuan yang punya cara unik untuk merajut kebersamaan: lewat sebuah amplop kebahagiaan.

Malam-malam di asrama seringkali menjadi saksi. Bunda Lina nama lengkapnya Lina Maulidina Marza dengan sabar duduk di tepi ranjang, mendengarkan seorang siswi yang matanya sembab. Bagi dia, inilah inti dari pekerjaannya. Bukan sekadar mengawasi, tapi benar-benar mendengarkan.

Latar belakangnya sebagai Pendamping Rehabilitasi Sosial memang membekalinya dengan kesabaran. Dulu, ia mendampingi anak-anak dalam hitungan jam. Kini, hidupnya dihabiskan untuk mengasuh 65 remaja putri. Masing-masing membawa kisah hidup yang tak mudah.

Amplop kebahagiaan itu adalah salah satu idenya. Setiap anak menuliskan apresiasi untuk temannya, lalu dimasukkan ke dalam amplop. Saat dibuka dan dibacakan, tangis kerap pecah. Mereka terharu, karena baru menyadari ada orang yang melihat kebaikan dalam diri mereka.

“Validasi kecil begitu sangat berarti,” ujar Bunda Lina.

Ada momen yang takkan pernah ia lupa, ketika seorang anak berbisik lirih, "Bunda boleh tidak ganti ibu saya?" Ternyata, orang tuanya baru bercerai.

Di tengah luapan cerita dan keluh kesah itu, Bunda Lina justru bersyukur. Di SRMA, ia punya kesempatan membimbing mereka dengan lebih baik. Menanganinya dengan cara yang lebih utuh.

“Bila anak-anak ini tidak dapat kasih sayang, bagaimana ke depan ketika dia menjadi ibu dan ayah. Itulah yang kami ajarkan,” tambahnya.

Empat bulan menjalani peran ini mengajarkannya banyak hal. Cinta tak harus selalu berupa gebrakan besar. Kadang, cuma perlu duduk diam mendengarkan, atau memeluk seorang anak sebelum ia berlari kembali bermain. Hal-hal sederhana itu ternyata cukup untuk menyalakan kembali harapan baik bagi anak-anak, maupun bagi Bunda Lina sendiri.

“Awalnya kami meraba, bingung sekali. Tugas wali asrama itu apa, bagaimana harus memulai,” kenangnya tentang hari-hari pertama.

Keraguan itu pelan-pelan memudar. Banyak dari siswa ini pernah ia asesmen sebelumnya. Ia mengenal wajah-wajah mereka, mengingat serpihan cerita yang mereka bawa. Dari sanalah tekadnya menguat.

“Mengetahui latar belakang anak-anak tersebut itulah yang sebenarnya menjadi penyemangat,” katanya.

Jadi, peran wali asrama jauh melampaui sekadar mengurus fasilitas. Ini tentang membentuk karakter, menanamkan disiplin, dan yang paling krusial menyediakan ruang aman untuk anak-anak yang datang dengan beban masa lalu.

Jadwalnya pun tak biasa. Dua hari menginap di asrama, lalu satu hari kerja penuh, disusul jaga sampai pagi. Hari libur pun sering tersita untuk urusan anak-anak yang butuh perhatian.


Halaman:

Komentar