Dari lereng Gunung Sindoro, Wonosobo, seorang suara terdengar mengoreksi pernyataan seorang menteri. Farid Gaban, jurnalis senior yang kini beralih menjadi petani, tak sependapat dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Lewat akun Facebook-nya, Gaban menulis dengan nada prihatin. "Pernyataan dari Menteri Bahlil Lahadalia yang harus dikoreksi. Agar tak lagi terjadi kerusakan lingkungan dan bencana alam, termasuk banjir belakangan ini di banyak wilayah Indonesia," tulisnya.
Gaban bukan orang baru. Namanya cukup dikenal di dunia jurnalisme sebelum akhirnya memilih hidup lebih dekat dengan alam. Kini, dari rumahnya di ketinggian, ia kerap melontarkan analisis kritis soal isu sosial hingga lingkungan.
Persoalannya bermula dari pernyataan Bahlil yang menanggapi protes sejumlah negara soal hilirisasi di Indonesia. Menurut sang menteri, negara-negara itu dianggap hipokrit. Mereka protes sekarang, padahal dulu mereka sendiri merusak alam saat membangun.
Nah, di sinilah Gaban tak sepakat. Argumen seperti itu, katanya, salah kaprah.
"Mereka tahu persis bahwa merusak alam itu ada harganya," ujarnya. Perubahan iklim dan kemiskinan yang ditimbulkan oleh kerusakan alam adalah harga nyata yang harus dibayar. Lalu, kenapa kita harus meniru kesalahan yang sama?
Artikel Terkait
Enam Bulan dalam Jeruji Ketakutan: Remaja 15 Tahun Disekap dan Dilecehkan di Lampung Timur
Polisi Ringkus Dua Pengedar Sabu di Pelosok Ketapang, Sita Puluhan Gram Barang Bukti
Debat di Ruang Ber-AC, Rakyat Berjuang di Tengah Banjir
Laporan Internal FBI Ungkap Krisis Loyalitas di Era Kedua Trump