Rehabilitasi Prabowo untuk Eks Dirut ASDP: KPK Angkat Bicara Soal Hak Prerogatif

- Selasa, 25 November 2025 | 20:36 WIB
Rehabilitasi Prabowo untuk Eks Dirut ASDP: KPK Angkat Bicara Soal Hak Prerogatif

Pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada mantan Dirut ASDP, Ira Puspadewi, serta dua eks direksi lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, menuai respons dari Wakil Ketua KPK Johanis Tanak. Menurutnya, keputusan ini sepenuhnya berada di ranah hak prerogatif Presiden.

Ketiga nama tersebut sebelumnya tercatat sebagai terdakwa dalam kasus korupsi yang menjerat proses kerja sama dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP.

Tanak menjelaskan, hak prerogatif itu diberikan langsung oleh UUD 1945. “Jadi, tidak ada lembaga lain yang bisa mengganggu-gugat,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (25/11).

“Bila ditinjau dari aspek peraturan perundang-undangan di Indonesia, peraturan yang tertinggi adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dalam Pasal 14 UUD 1945, Presiden diberi hak untuk memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung,” jelas Tanak.

“Serta memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI).”

Dengan begitu, KPK pun tak bisa mengintervensi apa yang telah diputuskan oleh Presiden. “Dengan demikian, KPK pun tidak dapat mengintervensi Keputusan Presiden untuk memberikan rehabilitasi terhadap Ira Puspadewi dan 2 terdakwa lainnya,” imbuhnya.

Di sisi lain, pengumuman rehabilitasi ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ia tampil didampingi Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam sebuah konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta.

“Dari hasil komunikasi dengan pemerintah, Alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi atas 3 nama tersebut,” kata Dasco.

Ia menambahkan, pemberian rehabilitasi ini muncul setelah pemerintah menerima masukan dari masyarakat terkait proses hukum yang dijalani Ira dan kedua rekannya. “Kami menerima aspirasi dari masyarakat, kelompok masyarakat. Kemudian kami melakukan kajian hukum terhadap perkara yang mulai dilakukan penyelidikan sejak Juli 2024,” tambahnya.


Halaman:

Komentar