Syuriah PBNU Beri Ultimatum, Gus Yahya Didesak Lengser dari Ketum

- Selasa, 25 November 2025 | 06:50 WIB
Syuriah PBNU Beri Ultimatum, Gus Yahya Didesak Lengser dari Ketum

Namun begitu, tindakannya ke Israel rupanya diikuti oleh lima tokoh muda Nahdliyin yang pergi menemui Presiden Israel Isaac Herzog pada 2024. Atas insiden ini, Gus Yahya kemudian meminta maaf.

Karena itu, Syuriah NU mendesak agar Yahya Staquf mengundurkan diri dari kursi Ketua Umum PBNU. Pengunduran diri ini diharapkan dapat membuka ruang dialog ulang antara Syuriah dan Tanfidziyah. Konflik internal semestinya bisa dijembatani lewat muktamar, musyawarah ulama, dan restrukturisasi kepemimpinan.

Dengan kepekaan yang tinggi terhadap isu Palestina-Israel, pemimpin yang terus-menerus menjadi sorotan terkait hubungan dengan Israel berisiko menjerat NU dalam kontroversi berulang. Mundurnya Gus Yahya mungkin bisa meredam kritik dari internal maupun eksternal. Hal itu juga dapat menjaga citra NU sebagai organisasi yang tetap berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas terhadap Palestina, tanpa dicap “membela Zionisme”.

Konflik antara Syuriah dan Tanfidziyah di NU sebenarnya pernah terjadi juga di masa kepemimpinan Gus Dur, tepatnya pada 1984. Saat itu, Kiyai Ahmad Shiddiq yang duduk sebagai Ketua Syuriah menyatakan bahwa kepemimpinan Gus Dur sudah batal. Bahkan, beberapa kiyai sampai menyebut imamnya kentut.

Tapi konflik itu akhirnya berhasil ditengahi. Gus Dur tetap bertahan sebagai Ketua Umum, meski banyak pihak mendesak agar ia dilengserkan.

Gus Dur sendiri juga dikenal dekat dengan Zionis Israel. Bahkan ketika menjadi presiden, ia sempat ingin membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Namun karena penolakan yang kuat dari umat Islam, rencana itu akhirnya dibatalkan. Meski demikian, di era Gus Dur terjadi hubungan dagang dengan Israel pada tahun 2000, saat Luhut Binsar Pandjaitan menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

Tak heran, karena jasa-jasanya, Gus Dur kemudian dianugerahi Shimon Peres Award. Ia dikenang sebagai tokoh perdamaian oleh Israel dan dikenal juga sebagai penentang keras radikalisme dan fundamentalisme Islam.

Maka, jangan heran jika kemudian Yahya Staquf dan lain-lain mengikuti jejak Gus Dur ke Israel. Selama para kiyai dan tokoh NU tidak berani menyalahkan tindakan Gus Dur yang dinilai mendukung Israel, maka selama itu pula akan muncul tokoh-tokoh muda NU yang menjalin hubungan dengan Israel.

Selain isu Israel, ada juga kritik lain yang dialamatkan kepada Yahya Staquf. Salah satunya adalah kebijakannya mengangkat banyak caretaker atau pemimpin sementara di berbagai daerah. Memang, secara hukum organisasi hal ini diperbolehkan. Tapi karena skala dan frekuensinya yang berlebihan, banyak pihak menilai terjadi sentralisasi yang terlalu kuat. Di samping itu, muncul persepsi bahwa PBNU menjadi terlalu politis, sehingga memicu ketegangan antara Tanfidziyah dan Syuriah di berbagai tingkat.

Beberapa kiai Syuriah pun menyampaikan keberatan kepada pengurus PBNU sekarang. Kritik mereka antara lain: banyak keputusan strategis terutama yang terkait keuangan dan tambang tidak cukup dimusyawarahkan. Kedua, PBNU dinilai terlalu dekat dengan kekuasaan dan konglomerat. Ketiga, arah NU dianggap terlalu duniawi dan kehilangan ruh perjuangan.

Jadi, sebenarnya banyak aspek yang melatarbelakangi permintaan para kiai syuriah NU agar Gus Yahya mengundurkan diri. Tapi, mungkinkah ia bersedia? Kekuasaan itu enak, lho. Wallahu alimun hakim.

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.


Halaman:

Komentar