Kalau itu yang jadi alasan, kok terasa agak mengada-ada? Ke mana saja selama ini?
Bahkan, foto Gus Yahya bersama Benjamin Netanyahu dan beberapa kader muda NU lainnya masih bisa dilihat di Wikipedia. Bisa jadi justru itu dianggap sebagai sebuah prestasi, bukan kesalahan, sehingga Gus Yahya merasa biasa saja mengundang pembicara dari Israel untuk melatih pengurus PBNU.
Apakah situasi politik global atau sikap pemerintah Indonesia sudah berubah? Sepertinya tidak juga. Sikap Indonesia terhadap Israel dari dulu sampai sekarang relatif konsisten. Hanya saja, keterlibatan Presiden Prabowo dalam panggung internasional belakangan ini lebih menonjol.
Bisa jadi masalahnya lebih rumit, dan berkaitan dengan hal lain. Misalnya, soal tata kelola keuangan. Dan masalah keuangan ini mungkin saja berkait kembali dengan isu hubungan dengan jaringan Zionis tadi.
Atau, ada juga isu konsesi tambang yang diberikan kepada PBNU sejak era Jokowi. Belum lagi soal kuota haji yang diusut KPK, yang sempat menyinggung nama PBNU. Kebetulan, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas adalah adik kandung Gus Yahya sendiri.
Artinya, inti persoalannya mungkin bukan cuma soal Zionis, tapi juga soal tata kelola keuangan yang berbelit. Tapi publik memang lebih tertarik membahas yang pertama. Padahal, hubungan dengan jaringan internasional itu justru mungkin menjadi salah satu faktor yang mendorong terpilihnya Gus Yahya.
Masalah tata kelola keuangan terdengar halus. Tapi jangan salah, di balik itu bisa tersimpan persoalan yang sangat pelik dan melibatkan dana yang tidak kecil. Baik itu dana terkait hubungan internasional, konsesi tambang, atau kuota haji yang kabarnya tenggelam.
Permintaan mundur dari Rais Aam ini terkesan kasar dan sangat politis. Tapi siapa tahu, di baliknya justru ada niatan baik untuk menyelamatkan muka banyak pihak, bahkan seluruh umat.
Penglihatan seorang Rais Aam biasanya tidak hanya bersifat lahiriah. Seringkali lebih pada pertimbangan batin dan spiritual. Kalau pertimbangan itu dilawan, mudaratnya bisa datang lebih luas, bukan cuma untuk satu orang, tapi untuk banyak orang, bahkan umat.
Sekarang, semua pihak dengan kepentingannya masing-masing sedang menunggu. Bagaimana NU menyelesaikan masalah internalnya. Apakah permintaan mundur ini akan berjalan mulus, atau justru berbelok arah?
Kalau mulus, maka pihak luar akan sulit masuk. Tapi kalau tidak, bisa jadi kepentingan dari luar akan membanjiri NU di luar kendali. Semua seperti standby di gerbang, menunggu sikap final dari santera internal Nahdlatul Ulama.
(Direktur ABC Riset & Consulting)
Artikel Terkait
Wali Kota dan Gubernur Turun Langsung, Intip Wajah Baru Ikon Palembang
Guru di Ujung Talaud: Gaji Susut, Komputer Pinjam, Semangat Tak Pernah Luntur
Pigai dan Pejabat Kamboja Bahas Nasib Pekerja Migran di Phnom Penh
Gencatan Gaza Retak, Korban Sipil Berjatuhan di Bawah Janji Damai