Gubernur Bali Wayan Koster dengan tegas membantah klaim bahwa pemerintahannya "kecolongan" soal pembangunan lift kaca megah di tebing ikonis Pantai Kelingking, Nusa Penida. Proyek senilai Rp 200 miliar yang pengerjaannya sudah mencapai 70% itu akhirnya dihentikan paksa. Penyebabnya? Sorotan publik yang gencar dan yang utama: ketiadaan izin.
Menurut Koster, akar masalahnya justru ada pada sistem perizinan pusat, yaitu OSS (Online Single Submission). Sistem ini, katanya, punya kelemahan fatal: tidak ada proses verifikasi di tingkat daerah. Alhasil, pengelola bisa langsung membangun hanya dengan mengandalkan OSS tersebut.
"Loh, itu karena OSS-nya. Baru keluar OSS, tidak ada verifikasi di daerah, ya, jadi begini,"
ujar Koster usai jumpa pers di Rumah Jabatan, Minggu (23/11).
Dia menegaskan bahwa izin yang dimiliki pengelola sebenarnya sangat terbatas. Mereka hanya diizinkan membangun "di atas" tebing, bukan "pada" tebing itu sendiri hingga ke pesisir pantai. Intinya, pembangunan lift kaca yang mencolok itu sama sekali tak punya payung hukum, baik dari Pemprov Bali maupun pemerintah pusat.
"Itu enggak ada keluar izin, rekomendasi dari provinsi dan (Kementerian) Kelautan enggak ada. Jadi itu sebenarnya bodong, tanpa izin liftnya,"
sambungnya lagi.
Rencana Tiga Bangunan di Tebing
Rupanya, lift kaca itu hanyalah satu bagian dari rencana besar. Pengelola berniat membangun tiga struktur di tebing itu. Pertama, sebuah loket tiket seluas 563,91 meter persegi yang tepat berada di bibir jurang. Lalu, sebuah jembatan layang sepanjang 42 meter yang akan menjadi penghubung menuju lift.
Yang terakhir, tentu saja, lift kaca itu sendiri. Struktur ini rencananya akan mencakup restoran dan pondasi (bore pile), dengan luas mencapai 846 meter persegi dan ketinggian yang mencengangkan: sekitar 180 meter. Bayangkan, restorannya akan berada di dalam lift kaca.
Pembagian kewenangannya pun rumit. Pembangunan loket di atas tebing adalah wewenang Pemkab Klungkung. Sementara itu, pembangunan jembatan layang dan lift kaca yang ambisius itu melibatkan kewenangan pemerintah pusat dan Pemprov Bali.
Artikel Terkait
Kisah Dua Kelahiran: Dari RS Brayat Minulya hingga Pinggir Kali
Rudy Tanoe Kembali Menantang KPK Lewat Praperadilan
Sewa Melambung dan Gen Z Berubah, Gelombang PHK Bisnis Singapura Terus Menggila
Koper Misterius di Denpasar Berujung Kelupaan Pemulung