Sabab: Penyebab yang Ikut Bertanggung Jawab
Dalam ilmu fikih, ada kaidah terkenal: "As-sababu kal-fa'il." Orang yang menjadi sebab dihukumi seperti pelaku.
Meski kaidah ini biasanya dipakai dalam konteks fikih muamalah dan hukum jinayah, para ulama memperluas relevansinya pada ranah perbuatan moral.
Ambil contoh sederhana: seseorang mengunggah video maksiat. Video itu ditonton jutaan orang. Setiap penonton menanggung dosa tindakannya sendiri. Tapi pembuat video mendapatkan dosa tambahan karena telah membuka pintu maksiat.
Prinsip yang sama berlaku untuk banyak hal: penyebar ajaran sesat, pembangun sistem korup, pencetus kebiasaan buruk dalam keluarga, penulis konten negatif yang terus dikonsumsi, atau politisi yang menghalalkan tipu daya.
"Semua itu," kata Rasid dengan nada serius, "bukan dosa orang lain yang pindah ke kita. Tapi dosa yang lahir dari diri kita sendiri, akibat perbuatan kita yang melahirkan dampak buruk."
Refleksi Rangga di Era Modern
Rangga terdiam cukup lama. Pikirannya melayang ke kasus berita palsu yang dibuat seseorang dan memicu kerusuhan di Makassar beberapa tahun silam. Pembuat hoaks itu mungkin hanya mengetik beberapa paragraf. Tapi akibatnya massif dan merugikan banyak pihak.
Jika ditarik ke konteks keagamaan, perbuatannya bukan sekadar kejahatan sosial; ia telah membuka pintu kejahatan lain yang diikuti banyak orang.
"Jadi sebenarnya," Rangga bersuara pelan seolah berbicara pada dirinya sendiri, "dosa jariyah itu bukan konsep magis yang membuat dosa orang lain pindah ke kita. Tapi dosa karena efek domino dari tindakan kita sendiri."
Rasid tersenyum lega. "Betul sekali."
Garis Pembeda yang Sering Kabur
Apa yang oleh masyarakat disebut dosa jariyah sebenarnya adalah istilah populer untuk fenomena yang sangat logis: dosa yang terus bertambah selama perbuatan buruk seseorang menghasilkan dampak buruk yang berkelanjutan.
Tidak ada perpindahan, tidak ada warisan dosa. Yang ada hanyalah konsekuensi lanjutan dari sebuah perbuatan.
Analoginya sederhana: jika seseorang menyalakan api di hutan, setiap hektare yang terbakar bukanlah "dosa pohon lain" yang berpindah kepadanya. Itu tetap dosa dirinya sendiri hanya saja apinya terus membesar dan meluas.
Tanggung Jawab yang Tak Boleh Dilimpahkan
Saat matahari mulai tenggelam di balik gedung-gedung kampus, Rangga merasakan pencerahan yang dalam. Konsep yang semula kabur perlahan menjadi terang benderang.
Islam konsisten pada prinsipnya: setiap manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Namun di sisi lain, tindakan seseorang dapat menciptakan rantai akibat yang membuat dosanya terus bertambah seiring waktu.
Rasid menutup majelis dengan kalimat pendek yang penuh makna: "Jika pahala jariyah lahir dari kebaikan yang mengalir, maka dosa jariyah lahir dari keburukan yang tak dihentikan. Keduanya bukan tentang memikul dosa orang lain, tetapi tentang jejak yang kita tinggalkan."
Dan di dunia yang serba terhubung seperti sekarang, jejak itu bisa lebih panjang dari usia manusia itu sendiri.
Muhibbullah Azfa Manik, Dosen di Universitas Bung Hatta, Padang, Sumbar.
Artikel Terkait
Salah Ucap, Pimpinan Bloomberg Keliru Sebut Nama Jokowi
Gus Ipul: Bansos BLTS Telah Sampai ke 27 Juta Lebih Keluarga
Gus Ipul Serukan Ketenangan, Tegaskan Dinamika NU adalah Hal Wajar
PVMBG Tegaskan Status Awas Semeru, Radius Bahaya Masih 8 Kilometer