Pascainsiden tersebut, MH mulai menunjukkan pola menghindar dari sekolah. Ia kerap mengaku sakit atau membuat alasan untuk tidak berangkat, meski kemudian terlihat bermain dengan teman di sekitar rumah pada jam sekolah.
"Kadang dia memohon, 'Kak, izinin aku sakit dong.' Tapi kemudian terlihat bermain pada pukul 08.00-09.00. Ini jelas menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres," tambah Sahara.
Pengakuan Terpaksa Setelah Ada Bukti Fisik
Ayah MH, Kusnadi, mengungkapkan keluarga mulai curiga dengan perubahan kondisi fisik putranya. MH sering terlihat tidak stabil saat berjalan, pandangan mata tidak fokus, dan kerap tersandung tanpa alasan jelas.
"Kami memperhatikan cara jalannya yang aneh dan dia minta obat tetes mata. Setelah didesak terus, akhirnya di hari Selasa (21 Oktober) dia mengaku telah dipukul menggunakan kursi oleh teman sekelasnya," tutur Kusnadi.
Proses Hukum dan Harapan Keluarga
Keluarga kini menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang mendampingi kasus ini. Kusnadi berharap tragedi yang menimpa putranya bisa menjadi momentum perubahan.
"Kami mendambakan keadilan untuk MH. Semoga ini menjadi kasus terakhir dan tidak ada lagi korban bullying seperti yang dialami putra kami. Pemerintah harus lebih tegas menangani masalah ini," tegas Kusnadi.
Investigasi terhadap kasus ini masih terus berlanjut dengan melibatkan pihak sekolah dan aparat penegak hukum untuk mengungkap tuntas kronologi dan akar permasalahan yang terjadi.
Artikel Terkait
Masa Depan Inovasi Global: Mengapa Blokade Teknologi Justru Memicu Kemajuan Mandiri
Kronologi Lengkap Pria Tewas Tertabrak KRL di Kalibata: Diduga karena Telepon Saat Menyeberang
Balas Dendam Usai Dipecat, Mantan Karyawan Ekspedisi Curi dan Jual Mobil Boks L300
Warisan Pahit Kesultanan Melayu: Tuan di Sejarah, Tergusur di Tanah Leluhur