Sebanyak 110 Anak dari 23 Provinsi Diduga Terekrut
Data yang dihimpun Densus 88 hingga saat ini mencatat sekitar 110 anak berusia antara 10 hingga 18 tahun yang diduga telah terekrut. Korban berasal dari 23 provinsi berbeda di Indonesia.
Propaganda awal disebarkan di platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan game online. Konten yang digunakan berupa video pendek, animasi, meme, hingga musik. Target yang dianggap potensial kemudian dihubungi secara pribadi melalui WhatsApp atau Telegram.
Faktor Kerentanan Anak Menjadi Target
Polisi menjelaskan bahwa terdapat sejumlah faktor yang membuat anak-anak rentan menjadi target rekrutmen. Faktor-faktor tersebut antara lain pengalaman perundungan (bullying), kondisi keluarga broken home, kurangnya perhatian dari keluarga, fase pencarian jati diri, marginalisasi sosial, serta rendahnya literasi digital dan pemahaman agama.
Jaringan Online Menjangkau Seluruh Indonesia
Juru Bicara Densus 88, AKBP Mayndra Eka, menambahkan bahwa proses hukum sedang berjalan terhadap kelima tersangka dewasa tersebut. Sementara untuk anak-anak yang teridentifikasi sebagai korban, penanganan dilakukan secara bersama-sama dengan Pusat Pelayanan Anak (PPA), Kementerian Sosial, dan berbagai pemangku kepentingan terkait lainnya.
Mayndra juga menegaskan bahwa jaringan teroris yang melakukan rekrutmen secara online ini menjangkau hampir seluruh provinsi di Indonesia, mengingat sifat operasinya yang dilakukan di dunia maya.
Artikel Terkait
Patung Soekarno di Alun-alun Indramayu Rusak, Kepala dan Leher Miring
AKBP Rossa Purbo Bekti Dilaporkan ke Dewas KPK, Diduga Lindungi Bobby Nasution
Sapi Lepas & Mengamuk di Tol Cikampek KM 57: Kronologi, Dampak, dan Penanganan
Kajian KPK: Dampak KUHAP Baru Terhadap Pemberantasan Korupsi di Indonesia