Menyelami Jurnalisme Berkualitas dan Jurnalisme Humanistik: Dua Pilar Pemberitaan
Menganalisis Dua Pendekatan Utama dalam Dunia Jurnalistik Kontemporer
Oleh: Benz Jono Hartono
Praktisi Media Massa, Vice Director Confederation ASEAN Journalist (CAJ) PWI Pusat dan Executive Director HIAWATHA Institute
Dalam era banjir informasi, dunia jurnalistik dihadapkan pada dua tuntutan utama yang kerap dianggap berseberangan: tuntutan akan kualitas dan tuntutan akan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua aspek ini sama-sama vital, namun kerap sulit dipadukan dalam satu karya jurnalistik. Di satu sisi, masyarakat mengharapkan akurasi fakta, data yang solid, dan integritas pelaporan. Di sisi lain, khalayak juga menginginkan rasa didengar, dipahami, serta ruang bagi pengalaman manusiawi yang sering terabaikan dalam deretan angka dan statistik.
Lantas, apakah jurnalisme berkualitas dan jurnalisme humanistik merupakan dua kutub yang bertolak belakang, atau justru dua unsur yang saling melengkapi dalam satu kesatuan?
Memahami Jurnalisme Berkualitas: Ketika Fakta Menjadi Landasan Utama
Jurnalisme berkualitas umumnya dikaitkan dengan prinsip-prinsip fundamental seperti:
- Proses verifikasi yang ketat
- Penggunaan sumber yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan
- Analisis mendalam berbasis data empiris
- Menjaga independensi redaksional
- Struktur pelaporan yang profesional dan sistematis
Pendekatan ini menekankan bahwa jurnalisme merupakan pengetahuan publik yang harus dibangun dengan ketelitian tinggi. Dalam tradisi ini, wartawan berperan sebagai penjaga gerbang informasi yang bertanggung jawab memastikan fakta terpisah dari opini, bukti dapat dibedakan dari rumor, dan berita tidak terjerumus menjadi alat propaganda.
Namun, pendekatan yang terlalu berfokus pada aspek teknis dapat membuat sebuah berita kehilangan sentuhan manusiawi yang menjadi esensi keberadaannya. Akurasi mungkin tercapai, namun empati seringkali terabaikan.
Mengenal Jurnalisme Humanistik: Ketika Suara Manusia Menjadi Fokus
Berbeda dengan pendekatan teknis jurnalisme berkualitas, jurnalisme humanistik lebih berfokus pada:
- Narasi personal dan kisah nyata
- Pengalaman emosional subjek
- Aspek human interest yang menyentuh
- Eksplorasi perjuangan, trauma, harapan, dan empati
Dalam pendekatan ini, jurnalis tidak hanya mengejar fakta semata, tetapi juga berusaha memahami makna di balik fakta tersebut. Jurnalisme humanistik meyakini bahwa publik tidak hanya membutuhkan informasi tentang peristiwa, tetapi juga pemahaman mengenai mengapa peristiwa tersebut penting dalam konteks kehidupan manusia.
Jurnalisme model ini memberikan ruang dan martabat bagi kelompok yang sering terpinggirkan dalam wacana publik, seperti minoritas, korban kekerasan, masyarakat marginal, dan mereka yang suaranya tenggelam oleh hiruk-pikuk data statistik.
Namun, pendekatan ini juga memiliki risiko. Tanpa kehati-hatian, jurnalisme humanistik dapat tergelincir menjadi sentimentalisme berlebihan, dramatisasi, atau bahkan pengaburan fakta demi menciptakan efek emosional tertentu.
Artikel Terkait
Kisah Herlambang Korban Scammer Kamboja: 10 Orang Kabur, Tips Waspada Penipuan Kerja LN
Rekonstruksi Penculikan Muhammad Ilham: 57 Adegan dan 17 Tersangka Diungkap
Pesan Inspiratif Prabowo Subianto untuk Pendidikan Indonesia & Program Digitalisasi
Waspada Modus Baru! Otoritas Palestina Ungkap Upaya Pengusiran Warga Gaza ke Afrika Selatan