Nama Gerakan tersebut diambil dari warna rompi keselamatan bernama gilets jaunes yang digunakan oleh para pengunjuk rasa sebagai simbol keluhan mereka. Tidak hanya itu, pemerintah juga mewajibkan rompi kuning tersebut dibawa oleh semua pengendara.
Baca Juga: Piala Asia 2023: Jepang Akan Lawan Timnas Indonesia Dengan Sungguh-sungguh Tak Pandang Sebelah Mata
Warna kuning dipilih karena warna tersebut memiliki visibilitas atau keterlihatan yang cukup tinggi. Para anggota gerakan demonstrasi rompi kuning tersebut awalnya berasal dari warga desa yang harus berkendara dengan menempuh jarak yang jauh setiap hari.
Mereka melakukan demo tersbeut karena mereka tidak mampu membayar harga bahan bakar yang naik. Protes tersebut semakin berkembang menjadi gerakan besar yang didukung oleh pekerja dengan pendapatan menengah ke bawah, seperti dilansir dari NPR (3/12/2018).
Bahkan mereka telah menyatakan hampir tidak punya uang untuk bertahan hidup dan hanya mendapatkan sedikit layanan publik. Padahal, mereka sendiri harus membayar tagihan pajak yang tidak sedikit bahkan dengan nominal tertinggi se-Eropa.
Baca Juga: Sidang Perdana Praperadilan Siskaeee Terkait Kasus Film Porno Akan Digelar Hari Ini
Namun gerakan demo rompi kuning tersebut tidak memiliki kepemimpinan resmi dan awalnya diorganisir melalui grup media sosial saja.
Awalnya, demontrasi rompi kuning yang hanya berupa unjuk rasa damai itu dapat berubah menjadi kerusuhan. Pada demo 17 November 2018, sekitar 300.000 orang telah turun ke jalan di seluruh Perancis untuk menyampaikan pendapat.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: pilihanindonesia.com
Artikel Terkait
MBS Terima Surat Rahasia Iran Sebelum Bertemu Trump: Apa Isi dan Maksudnya?
Ancaman Operasi Militer AS ke Venezuela: Maduro Peringatkan Gaza Baru di Amerika Selatan
Pemain Sepak Bola Israel Ditangkap Diduga Rudapaksa Turis AS, Netizen Geram!
Pemukim Yahudi Bakar Masjid dan Alquran di Tepi Barat, 2 Anak Tewas