Sebagai bentuk komitmen, Kementan meningkatkan dukungan penanaman kelapa di Malut dari 10 ribu menjadi 15 ribu hektare. Program ini merupakan bagian dari pengembangan 14 komoditas perkebunan strategis yang diperkirakan mampu menyerap 8,6 juta tenaga kerja. Pemerintah menyiapkan benih, alat, dan pembinaan dari hulu hingga hilir.
Hilirisasi Kelapa: Dari Rp 24 Triliun Menjadi Rp 2.400 Triliun
Mentan Amran menekankan pentingnya hilirisasi. Nilai ekspor kelapa Indonesia saat ini mencapai Rp 24 triliun. Namun, jika diolah menjadi produk turunan seperti santan, minyak kelapa, dan coconut milk, nilainya diperkirakan bisa melonjak hingga Rp 2.400 triliun, setara dengan 80% APBN Indonesia. Peluang pasar global untuk produk kelapa olahan sangat besar, mengingat negara-negara Eropa dan Tiongkok tidak dapat menanam kelapa.
Dorongan Pembangunan Pabrik Pengolahan
Pemerintah juga mendorong percepatan pembangunan pabrik pengolahan pala dan cengkeh di Maluku Utara. Hilirisasi ini diyakini dapat meningkatkan nilai ekonomi hingga 100 kali lipat dibandingkan mengekspor bahan mentah. Dengan demikian, nilai tambah akan dinikmati oleh petani dan pelaku usaha dalam negeri.
Dukungan Penuh Pemerintah Daerah
Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, mengapresiasi dan mendukung penuh visi Kementan. Pemprov Malut berkomitmen untuk mengoptimalkan lahan tidur dan mendukung penambahan pabrik pengolahan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, kualitas hasil, dan ultimately, kesejahteraan petani di Maluku Utara.
Artikel Terkait
Kadin Soroti Dilema Upah Baru: Industri Nonmigas di Ujung Tanduk?
Petani Kakao Pohuwato Sambut Langsung Pembeli dari Jepang
IHSG Terancam Tembus 8.600, Waspadai Guncangan dari Bank Jepang
Wall Street Meroket Didorong Inflasi Melandai dan Demam AI