Bayangkan saja, mulai dari rumah sakit, pabrik manufaktur, hotel, pusat perbelanjaan, hingga industri makanan dan minuman. Sektor-sektor esensial seperti itu mungkin tetap membutuhkan kehadiran fisik karyawannya. Begitu juga dengan pabrik yang proses produksinya harus terus berjalan.
Yang tak kalah penting adalah soal hak pekerja. Menaker menegaskan, pelaksanaan WFA ini sebaiknya tidak dihitung sebagai cuti tahunan. Logikanya, karyawan tetap bekerja, hanya lokasinya yang berbeda. Mereka tetap menjalankan tugas dan kewajiban seperti biasa.
“Terkait dengan upah selama pelaksanaan WFA ini, juga kita imbau diberikan sesuai dengan upah yang diterima saat menjalankan pekerjaan di tempat biasa bekerja atau sesuai dengan upah yang diperjanjikan,” kata Yassierli.
Soal pengawasan dan jam kerja pun perlu diatur. Perusahaan diminta membuat pengaturan yang memungkinkan pekerja tetap produktif meski dari lokasi yang jauh.
“Hal yang sama juga berlaku terkait dengan jam kerja dan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau buruh yang bekerja secara WFA, kita juga mengimbau untuk diatur sedemikian rupa oleh perusahaan agar tetap bisa bekerja secara produktif,” ujarnya menambahkan.
Jadi, intinya pemerintah mendorong kolaborasi. Libur panjang akhir tahun 2025 yang telah ditetapkan pada 25 Desember (Natal), 26 Desember (cuti bersama), dan 1 Januari 2026 bisa jadi lebih lancar jika mobilitas tidak terkonsentrasi di hari-hari tertentu. Dengan WFA, diharapkan arus mudik dan liburan bisa lebih tersebar, dan pekerja pun bisa sedikit bernapas lega.
Artikel Terkait
OJK Rilis Daftar Platform Kripto Legal, Masyarakat Diimbau Waspada Penipuan
Pasar Modal Panas, Triliunan Rupiah Mengalir Deras Pekan Lalu
Airlangga Usulkan WFA Akhir Tahun, Pengusaha Ingatkan Tak Bisa Seragam
Surabaya Catatkan Geliat Belanja Jelang Akhir Tahun, Tumbuh 19,7 Persen