Konflik antara Rusia dan Ukraina kian memanas, terutama di sektor energi. Meski ada celah untuk perundingan damai, situasi di lapangan justru semakin runyam. Rusia baru saja melancarkan serangan besar-besaran yang menghantam infrastruktur energi Ukraina.
Akibatnya, warga dan pelaku usaha di Ukraina terpaksa menghadapi pemadaman listrik yang berlarut-larut. Tapi Ukraina tak tinggal diam. Mereka membalas dengan menargetkan kilang minyak dan fasilitas lepas pantai Rusia sebuah langkah untuk menggerus pendapatan minyak negara tersebut.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy bersikap tegas.
“Rusia akan melakukan apa pun untuk memastikan kita mengalami pemadaman listrik terus-menerus. Tapi mereka harus tahu bahwa kami akan membalas. Menurut saya itu adil,” ujarnya.
Menurut Maxim Timchenko dari DEO DTEK, perusahaan energi swasta terbesar di Ukraina, musim dingin kali ini bisa jadi yang paling berat sejak invasi Rusia dimulai pada 2022. Pasalnya, sejak September, serangan terhadap aset energi kian masif.
“Sejak September, Rusia menyerang semua jenis aset energi seperti tambang, pembangkit listrik, gardu, jalur transmisi, produksi gas, hingga penyimpanan gas,” jelasnya.
Serangan terbaru Rusia pada Rabu (19/11) melibatkan lebih dari 500 drone dan rudal. Sedikitnya 25 orang tewas, dan pemadaman listrik baru pun muncul. Zelenskiy bahkan menyebut, hanya dalam seminggu, Rusia meluncurkan lebih dari 2.000 drone kamikaze, bom luncur, dan rudal ke wilayahnya.
Meski Ukraina enggan merinci tingkat kerusakan yang terjadi, durasi pemadaman listrik bicara banyak. Di Kyiv, misalnya, listrik bisa padam rata-rata delapan jam. Bahkan dalam beberapa kasus, warga harus bertahan tanpa listrik hingga 16 jam.
Operator jaringan listrik Ukraina, Ukrenergo, mengonfirmasi bahwa pemadaman darurat terpaksa diberlakukan di sebagian besar wilayah pada Kamis (20/11). Alasannya, perbaikan fasilitas energi yang rusak akibat serangan masih berlangsung.
Di sisi lain, Ukraina mengklaim telah menyerang sekitar 45 fasilitas produksi bahan bakar Rusia sejak awal Agustus. Totalnya, tahun ini sudah ada sekitar 65 serangan naik signifikan dari 35 serangan di tahun sebelumnya.
Serangan-serangan ini berhasil menekan volume pemrosesan minyak Rusia di bawah rata-rata musiman. Bahkan pada 14 November, Ukraina menyerang infrastruktur minyak Rusia di Laut Hitam, memicu keadaan darurat dan sempat mengganggu ekspor minyak mentah. Serangan Ukraina makin intens seiring dengan sanksi Barat yang juga kian ketat.
Artikel Terkait
Harga Cabai Rawit Tembus Rp 83 Ribu, Beras Satu-satunya Penyelamat
BRI Rambah Infrastruktur dengan Reksa Dana Syariah Senilai Rp 1,95 Triliun
Harga Emas Antam dan Galeri24 Tergelincir di Penutupan Pekan
Angola dan Ethiopia Lirik Indonesia untuk Genjot Kerja Sama Pertanian