Apartemen Jakarta Mandek, Gen Z dan Milenial Ogah Beli

- Jumat, 21 November 2025 | 03:06 WIB
Apartemen Jakarta Mandek, Gen Z dan Milenial Ogah Beli

Pasar kondominium di Jakarta sepertinya masih terasa sepi. Menurut laporan terbaru dari Leads Property, hunian vertikal yang dimiliki perorangan di ibu kota nyaris tak bergerak. Penyebabnya? Ternyata, mayoritas masyarakat lebih memilih rumah tapak.

Data dari ringkasan pasar mereka menunjukkan gambaran yang cukup suram. Harga jual rata-rata kondominium di Jakarta cuma naik tipis, cuma 0,5 persen pada kuartal III 2025 dibanding kuartal sebelumnya. Angkanya sendiri berada di kisaran Rp 27,8 juta per meter persegi.

Martin Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Department Leads Property, punya penjelasannya. "Orang-orang dengan budget Rp 1 miliar masih mencari landed housing walaupun harus pergi ke Depok, Bekasi, ke Bogor, dan lain-lainnya," ujarnya dalam sebuah media briefing di Discovery Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (20/11).

Kalau dilihat dari angka, stok yang menganggur cukup mengkhawatirkan. Total kondominium di Jakarta yang belum laku terjual mencapai 44,2 ribu unit. Itu semua berasal dari proyek-proyek yang pernah diluncurkan ke pasar. Permintaannya sendiri pada kuartal III 2025 sangat rendah, cuma 288 unit, dan itu pun didominasi oleh segmen atas dan mewah.

Nah, di sisi lain, Martin berpendapat bahwa sektor ini seharusnya mendapat dukungan. Dia mengingatkan kembali masa pandemi COVID-19 dulu. Saat itu, beberapa developer rela menanggung Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Langkah itu ternyata cukup ampuh.

"Karena dulu pada saat COVID, selain PPN DTP, beberapa developer menanggung BPHTB, 10-15 persen sendiri (dari harga). Itu belum discount," kenang Martin. "Discount dari developer pada saat itu bisa sampai 15 persen. Bahkan di sektor developer itu sampai 20 persen buatkan isi stok. Jadi udah berarti 15-30 persen. Makanya di kurun waktu 2020-2023 itu adalah the best selling," ujarnya menjelaskan betapa stimulus itu sempat menyulap pasar.


Halaman:

Komentar