Ada tiga hal mendesak yang diidentifikasi forum ini. Pertama, konsistensi arah nasional. Semua pihak—kementerian, pelaku usaha, hingga masyarakat—harus bekerja dengan panduan yang sama. Kedua, soal kejelasan akses. Masyarakat butuh tahu jalur partisipasi, manfaat, dan peran apa yang bisa mereka ambil. Ketiga, transparansi tata kelola. Ini penting untuk membangun kepercayaan dalam proses transisi.
Belajar dari Pengalaman Negara Lain
Para pakar internasional yang hadir memberikan catatan menarik. Banyak negara sudah lebih dulu maju dalam ekonomi hijau, tapi manfaatnya kerap tak menyentuh pelaku kecil. Indonesia, kata AZEI, bisa belajar dari paradox ini. Kita bisa menghindari kesalahan serupa dengan membangun struktur yang lebih inklusif dan terkoordinasi sejak awal.
Kemampuan Indonesia untuk melakukan leapfrog—melompat lebih cepat—hanya mungkin tercapai jika fondasinya dibangun dengan melibatkan semua pihak. Terutama mereka yang selama ini kerap terpinggirkan.
AZEI Siap Jadi Penghubung
AZEI menegaskan komitmennya sebagai platform untuk menyelaraskan arah nasional. Tujuannya satu: memastikan transisi ekonomi hijau memberi manfaat nyata bagi semua lapisan masyarakat. Melalui forum ini, mereka menekankan pentingnya keselarasan lintas lembaga dan keterbukaan akses. Agar peluang besar Indonesia tak hanya jadi milik segelintir orang.
Ke depan, dialog teknis akan terus dilanjutkan dengan DPR, kementerian terkait, pelaku usaha, koperasi, dan banyak pihak lain. Semua demi memperkuat arsitektur nasional ekonomi hijau yang berprinsip pada kejelasan arah, integritas, dan tentu saja, inklusi.
Artikel Terkait
Gudang dan Pabrik di Jakarta Diburu Perusahaan China, Pasokan Malah Menipis
IHSG Pacu Kenaikan 67 Poin, NATO dan TRIN Jadi Bintang Pasar
CIMB Niaga Hadirkan Pameran Kekayaan untuk Hadapi Ketidakpastian Ekonomi
Archi Indonesia Kantongi Pinjaman Sindikasi USD 421 Juta, Prospek Emas Kian Bersinar