Lestari kemudian menjabarkan mekanismenya. Berdasarkan bukti ilmiah, ftalat diduga meniru hormon estrogen di dalam tubuh. “Ftalat bertindak dengan meniru estrogen, mengganggu aktivitas reseptor estrogen, dan mengacaukan sistem hormon reproduksi perempuan,” tuturnya.
Efeknya tidak berhenti di situ. Paparan senyawa ini juga memicu resistensi insulin, yang berujung pada melonjaknya kadar gula darah dan risiko diabetes tipe dua. Material presentasinya menunjukkan bahwa perubahan ini akhirnya memaksa tubuh mengubah glukosa menjadi lemak, yang kemudian menumpuk sebagai lemak visceral.
Namun begitu, hal yang paling mengkhawatirkan justru dampaknya terhadap generasi mendatang. Lestari mengungkapkan, efek paparan ftalat bisa diturunkan.
“Paparan ftalat terutama pada periode perkembangan awal dapat menyebabkan perubahan epigenetik yang meningkatkan kerentanan obesitas pada generasi sekarang dan mendatang,” ujarnya.
Menyikapi hal ini, ia menegaskan betapa pentingnya memberikan perlindungan kesehatan yang lebih serius bagi pekerja perempuan di sektor pengelolaan sampah. “Kesehatan pekerja perempuan harus ditingkatkan karena dampaknya jauh lebih serius,” tegasnya.
Ia juga menekankan perlunya kerja sama lintas negara untuk memperdalam riset di bidang ini. “Penelitian harus terus dikembangkan untuk menemukan solusi terbaik menghilangkan plastik dari tubuh manusia dan dari lingkungan,” pungkas Lestari.
Artikel Terkait
Target Gila OpenAI: 220 Juta Pelanggan Berbayar pada 2030
Geliat Pelajar Perempuan Warna-i Ajang Digital Skill 2025 di Surabaya
Tiga Astronot China Terjebak di Orbit, Misi Darurat Diluncurkan
Guncangan Blokir ChatGPT: Ketika Regulasi Mengancam Napas Digital Rakyat