Hampir setiap hari, entah karena tuntutan pekerjaan di depan komputer atau sekadar hobi menonton serial, kita terpaku pada kursi. Gaya hidup seperti ini—yang minim aktivitas fisik—dikenal sebagai gaya hidup sedentari. Dan ternyata, dampaknya jauh lebih serius daripada yang kita kira.
Risiko penyakit mengintai. Mulai dari gangguan metabolik, kegemukan, sampai penyakit jantung dan diabetes tipe 2 bisa muncul akibat kurang gerak. Lalu, bagaimana sebenarnya tubuh kita bereaksi ketika kita lebih banyak duduk daripada bergerak? Apa saja ancaman jangka panjangnya, dan adakah cara untuk mengatasinya? Mari kita telusuri lebih jauh.
Efek Gaya Hidup Sedentari pada Kesehatan
Bukan cuma omong kosong belaka. Banyak riset sudah membuktikan bahwa kurangnya aktivitas fisik bisa memicu berbagai penyakit kronis. Berikut beberapa dampak yang patut diwaspadai.
1. Memicu Obesitas
Kurang gerak berarti tubuh membakar lebih sedikit kalori. Kalau asupan makanan tetap banyak, ya sudah, lemak pun menumpuk. Ujung-ujungnya berat badan melonjak. Obesitas sendiri bukan cuma soal penampilan, tapi juga jadi pintu masuk bagi penyakit seperti diabetes dan hipertensi.
2. Gangguan Metabolisme
Duduk berlama-lama ternyata bikin metabolisme melambat. Akibatnya, tubuh jadi kurang efisien dalam mengolah gula dan lemak. Beberapa studi bahkan menyebutkan bahwa kebiasaan ini bisa memicu resistensi insulin, yang pada akhirnya meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
3. Risiko Jantung dan Stroke
Orang yang jarang bergerak lebih rentan mengalami penumpukan lemak di pembuluh darah. Kondisi ini dikenal sebagai aterosklerosis, yang bisa berujung pada penyakit jantung koroner atau stroke. Yang mengejutkan, duduk lebih dari 8 jam sehari meningkatkan risiko masalah kardiovaskular—meski kamu rutin olahraga.
Artikel Terkait
Mahasiswa Unair Rancang Perisai Nano untuk Atasi Diabetes Tipe 1
IBM Siapkan Restrukturisasi Besar, Ribuan Pekerja Terancam Dirumahkan pada 2025
Geliat Tsinghua University Guncang Hegemoni AS di Kancah Kecerdasan Buatan
NeutraDC dan AMD Gabungkan Kekuatan untuk Pacu Laju AI di Asia Tenggara