Fakta menariknya, 15 Desa Lingkar Tambang yang sebagian besar ada di sub DAS Aek Pahu justru relatif aman. Bahkan, desa-desa itu kini berfungsi sebagai pusat pengungsian bagi korban. Pengamatan udara via helikopter juga mengungkap sesuatu: ada longsoran masif di hulu Sungai Garoga, termasuk di area hutan lindung. Longsoran inilah yang diduga jadi sumber utama lumpur dan kayu yang menyumbat sungai.
Meski begitu, PTAR mengakui bahwa kajian lebih mendalam tetap diperlukan. Mereka tak mau buru-buru mengambil kesimpulan final.
Di tengah semua penjelasan teknis ini, perusahaan juga ingin menunjukkan sisi lain. Sejak hari pertama bencana, mereka mengklaim telah terlibat langsung dalam tim tanggap darurat. Personel dikerahkan untuk operasi SAR, membuka akses jalan, hingga menyediakan posko pengungsian lengkap dengan tenda, dapur umum, dan klinik.
"PTAR adalah bagian masyarakat Batang Toru dan Tapanuli Selatan. Dalam aktivitasnya, PTAR senantiasa mematuhi seluruh peraturan yang berlaku, termasuk perizinan-perizinan terkait, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan,"
Klaim lainnya, kegiatan penambangan mereka sepenuhnya dilakukan di Areal Penggunaan Lain (APL), alias di luar kawasan hutan Batang Toru. Dukungan untuk upaya konservasi air, udara, tanah, dan keanekaragaman hayati juga terus digaungkan, lewat kolaborasi dengan berbagai institusi.
Narasi telah disampaikan. Data dan penjelasan telah dibeberkan. Namun, di lapangan, pertanyaan warga dan duka yang tersisa masih nyata. Dialog antara fakta teknis dan keresahan masyarakat tampaknya masih akan berlanjut.
Artikel Terkait
GBK Lumpuh Usai Ibadah Natal, Sudirman Berubah Jadi Festival Klakson
Kemenperin Kirim Bantuan Tahap Kedua, Siapkan Starlink Mobile untuk Korban Bencana Sumatera
Prabowo: 50 Helikopter Diterbangkan untuk Tangani Banjir Aceh-Sumatera
Lumpur Setebal Lutut Selimuti RSUD Tamiang, TNI Kerahkan 80 Personel