Eksplorasi Lima Puncak
Puncak Batu Kuda jadi yang paling ramai. Dari ketinggian 1.217 mdpl, kita bisa menikmati udara segar dan pemandangan indah. Ada kumpulan batu besar yang konon adalah jelmaan kuda milik tokoh penyebar Islam di Garut. Sayang, bentuknya sudah tidak utuh lagi setelah tertimpa pohon tumbang.
Selanjutnya, Puncak Kenung. Letaknya di bawah Batu Kuda, diakses lewat jalan setapak yang agak licin karena habis hujan. Di sini ada batuan besar yang masih tertutup pepohonan rimbun dan jarang dijamah manusia. Konon, area antara Batu Kuda dan Kenung sering bikin pendaki tersasar, padahal jaraknya tidak jauh.
Puncak Masigit, namanya berasal dari bahasa Sunda yang artinya "masjid". Memang tidak ada bangunan masjid di sini, hanya batu-batu besar yang diyakini punya kaitan dengan sejarah masa lalu. Untuk mencapainya, kami sempat membuka jalur dengan memotong ranting pakai golok. Selama perjalanan, terdengar suara seperti tapak kuda dari kejauhan—sesuatu yang sulit dijelaskan, mengingat di area itu tidak ada kuda sama sekali.
Beberapa anggota rombongan memutuskan balik karena kecapekan. Hanya empat orang, ditemani pengelola, yang melanjutkan ke Puncak Sela. Sama seperti sebelumnya, puncak ini juga didominasi bebatuan besar dan pepohonan rimbun.
Terakhir, Puncak Cinde. Menurut kami, ini salah satu lokasi paling indah. Banyak pohon Kaliandra, tempatnya bersih, udaranya sejuk. Sayangnya, mendirikan tenda di sini tidak diperbolehkan. Katanya, ada aturan khusus dari sesepuh setempat.
Akhir Perjalanan
Saat turun, kami melihat banyak pengunjung baru yang hendak ke Puncak Batu Kuda. Tandanya, spot ini memang masih sangat diminati meski jalurnya terbilang ekstrem. Kami beristirahat sebentar di pos sambil menikmati pemandangan menuju area Paralayang—tempat yang dulu sempat viral di awal masa internet Indonesia.
Perjalanan berakhir Minggu sore, 22 Juni. Dari penelusuran ini, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan. Puncak Batu Kuda tetap yang paling populer. Empat puncak lainnya masih jarang diketahui orang. Gunung Haruman punya potensi wisata alam, sejarah, dan budaya yang besar. Dan yang penting, butuh perhatian dan pelestarian sebelum ceritanya cuma jadi legenda.
Gunung Haruman bukan cuma sekadar tempat camping atau paralayang. Ia adalah hutan, sejarah, misteri, energi, dan keindahan alami yang belum sepenuhnya tersentuh.
Harapannya, ke depan kawasan ini bisa dikembangkan dengan ramah lingkungan, berbasis riset sejarah, dan melibatkan masyarakat lokal agar tetap lestari.
Artikel Terkait
Angela Tanoesoedibjo Serukan Pentingnya Ruang Bagi Generasi Muda
Gus Ipul Pastikan 1.350 Porsi Makanan Harian untuk Pengungsi Semeru
Pangku Kandaskan Raksasa, Sabet Citra di FFI 2025
Foxconn Ganti Haluan: Gelontorkan Miliaran Dolar ke AI Saat Pasar EV China Lesu